Senin, 17 Agustus 2009

DIABETES MELLITUS

Diabetes mellitus
Diabetes mellitus (DM) (dari kata Yunani διαβαίνειν, diabaínein, "tembus" atau "pancuran air", dan kata Latin mellitus, "rasa manis"[2]) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.[3]
Semua jenis diabetes mellitus memiliki gejala yang mirip dan komplikasi pada tingkat lanjut. Hiperglisemia sendiri dapat menyebabkan dehidrasi dan ketoasidosis. Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.
Penyebab
Pembentukan diabetes yang penting adalah dikarenakan kurangnya produksi insulin (diabetes mellitus tipe 1, yang pertama dikenal), atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes mellitus tipe 2, bentuk yang lebih umum). Selain itu, terdapat jenis diabetes mellitus yang juga disebabkan oleh resistansi insulin yang terjadi pada wanita hamil. Tipe 1 membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan tipe 2 diatasi dengan pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin bila obatnya tidak efektif. Diabetes mellitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan.
Pemahaman dan partisipasi pasien sangat penting karena tingkat glukosa darah berubah terus, karena kesuksesan menjaga gula darah dalam batasan normal dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes. Faktor lainnya yang dapat mengurangi komplikasi adalah: berhenti merokok, mengoptimalkan kadar kolesterol, menjaga berat tubuh yang stabil, mengontrol tekanan darah tinggi, dan melakukan olah raga teratur.
Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).[3]
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu:



Plasma vena
<110
110 - 199
>200
Darah kapiler
<90
90 - 199
>200
Kadar glukosa darah puasa:



Plasma vena
<110
110 - 125
>126
Darah kapiler
<90
90 - 109
>110

Jenis
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu tipe 1, tipe 2, dan diabetes gestasional (terjadi selama kehamilan) [4].
Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 — dulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, "diabetes yang bergantung pada insulin"), atau diabetes anak-anak, dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah. seperti "frequent hypoglycemic events". Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hypoglycemia, dapat menyebabkan kejang atau seringnya kehilangan kesadaran.
[sunting] Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 — dulu disebut non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM, "diabetes yang tidak bergantung pada insulin") — terjadi karena kombinasi dari "kecacatan dalam produksi insulin" dan "resistensi terhadap insulin" atau "berkurangnya sensitifitas terhadap insulin"(adanya defek respon jaringan terhadap insulin)yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatas dengan berbagai cara dan Obat Anti Diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulinpun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral (fat concentrated around the waist in relation to abdominal organs, not it seems, subcutaneous fat) diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, mungkin dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa. abdominal gemuk Adalah terutama aktip hormonally. Kegendutan ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan mendiagnose dengan jenis 2 kencing manis. Lain faktor boleh meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang ter]akhir [itu] telah terus meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 boleh pergi tak ketahuan bertahun-tahun dalam suatu pasien [sebelum/di depan] hasil diagnosa [sebagai/ketika] gejala yang kelihatan adalah secara khas lembut atau yang tidak ada,, tanpa ketoacidotic, dan dapat sporadis.. Bagaimanapun, kesulitan yang menjengkelkan dapat diakibatkan oleh jenis tak ketahuan 2 kencing manis, termasuk kegagalan yang berkenaan dengan ginjal, penyakit yang vaskuler ( termasuk penyakit nadi/jalan utama serangan jantung), visi merusakkan, dan lain lain
Diabetes Tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (biasanya peningkatan), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Diabetes mellitus gestasional
Kencing manis mellitus gestasional ( gestational kencing manis mellitus, GDM) juga melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, menirukan jenis 2 kencing manis di beberapa pengakuan. [Itu] kembang;kan selama kehamilan dan boleh meningkatkan atau menghilang lenyap setelah penyerahan. Sungguhpun mungkin saja penumpang sementara, gestational kencing manis boleh merusakkan kesehatan dari janin atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-wanita dengan kencing manis gestational kembang;kan jenis 2 kencing manis kemudian (dalam) hidup.
Gestational kencing manis mellitus (GDM) terjadi di sekitar 2%–5% dari semua pregnancies. [Itu] adalah temporer dan secara penuh bisa perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh menyebabkan permasalahan dengan kehamilan, termasuk macrosomia ( kelahiran yang tinggi menimbang), bentuk cacad hal-hal janin dan penyakit jantung sejak lahir. [Itu] memerlukan pengawasan hati-hati yang medis sepanjang kehamilan.
Fetal/Neonatal resiko yang dihubungkan dengan GDM meliputi keganjilan sejak lahir seperti berhubungan dengan jantung, sistem nerves yang pusat, dan [sebagai/ketika/sebab] bentuk cacad otot. Yang ditingkatkan hormon insulin hal-hal janin boleh menghalangi sindrom kesusahan dan produksi surfactant penyebab hal-hal janin yang berhubung pernapasan. Hyperbilirubinemia boleh diakibatkan oleh pembinasaan sel darah yang merah. Di kasus yang menjengkelkan, perinatal kematian boleh terjadi, paling umum sebagai hasil kelimpahan placental yang lemah/miskin dalam kaitan dengan perusakan/pelemahan yang vaskuler. Induksi/Pelantikan mungkin ditandai dengan dikurangi placental fungsi. Bagian Cesarean mungkin dilakukan jika ditandai kesusahan hal-hal janin atau suatu ditingkatkan resiko dari luka-luka/kerugian dihubungkan dengan macrosomia, seperti bahu dystocia.
Gejala
Tiga serangkai yang klasik tentang gejala kencing manis adalah polyuria ( urination yang sering), polydipsia ( dahaga ditingkatkan dan masukan cairan sebagai akibat yang ditingkatkan) dan polyphagia ( selera yang ditingkatkan). Gejala ini boleh kembang;kan sungguh puasa diset dicetak 1, terutama sekali di anak-anak ( bulan atau minggu) tetapi mungkin sulit dipisahkan atau dengan sepenuhnya absen & & mdash; seperti halnya mengembang;kan jauh lebih pelan-pelan & mdash; diset dicetak 2. Diset dicetak 1 [di/ke] sana boleh juga jadilah kerugian berat/beban ( di samping normal atau yang ditingkatkan makan) dan kelelahan yang tidak dapat diperkecil lagi. Gejala ini boleh juga menjelma diset dicetak 2 kencing manis di pasien kencing manis siapa adalah dengan kurang baik dikendalikan. Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Diabetes dan puasa
Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis multipel, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.[3]
Catatan dan referensi
^ IDF Chooses Blue Circle to Represent UN Resolution Campaign Unite for Diabetes, 17 March, 2006
^ Diabetes mellitus, Wikipedia Bahasa Inggris (per 15 Februari 2007).
^ a b c Tim FK UI, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta: 1999. ISBN 979-95607-0-5
^ World Health Organization Department of Noncommunicable Disease Surveillance. (1999). Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications. (PDF)

SYOK HIPOVOLEMIK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syok merupakan salah satu kegawatan sistem kardiovaskuler, dan kejadian syok bisa dimulai dengan gangguan pada sistem apa saja. Syok hipovolemik terjadi sebagai akibat dari pengeluaran aktif volume cairan pada kompartemen intra sel, interstisial atau intra vaskuler dan merupakan syok yang paling sering terjadi.
Penurunan volume vaskuler yang terjadi secara tiba-tiba akan membawa kompensasi pada pengisian aliran balik vena ke jantung sehingga kardiak out put menurun dan menyebabkan hipoperfusi pada beberapa organ-organ vital dan akhirnya menimbulkan komplikasi kematian karena suplay oksigen dan nutrisi yang buruk.
Pelayanan gawat darurat yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk mengembalikan hidrasi yang adekuat sebab beberapa organ penting seperti otak sangat cepat merespon iskemia yang terjadi dan jika terjadi kerusakan cenderung bersifat irreversibel.
Sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan, perawat juga memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan usaha-usaha pengembalian fungsi-fungsi vital dan melindungi pasien dari segala komplikasi yang mungkin terjadi akibat syok hipovolemik yang berlangsung lama sehingga pengetahuan perawat tentang hemodinamika dan mekanisme kompensasi ketika syok berlangsung menjadi sangat penting. Sebab itulah kami mengangkat masalah kegawatan sistem kardiovaskuler : syok hipovolemik ini untuk diseminarkan. (Price & Wilson, 2005)
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dan perawat mampu memahami prinsip-prinsip asuhan keperawatan pada klien dengan kegawatan kardiovaskuler : syok hipovolemik dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang sistematis
2. Tujuan khusus
a. Mampu menyusun konsep dasar asuhan keperawatan klien dengan kegawatan sistem kardiovaskuler : syok hipovolemik.
b. Mampu melaksanakan asuhan keperawatan klien dengan kegawatan sistem kardiovaskuler : syok hipovolemik, meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil asuhan keperawatan.
c. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan kegawatan sistem kardiovaskuler : syok hipovolemik
d. Mampu mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat saat melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan kegawatan sistem kardiovaskuler : syok hipovolemik























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Syok hipovolemik merupakan sindrom klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan berbagai manifestasi hemodinamik; tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan. (Price & Wilson, 2005)
Syok hipovolemik merupakan kondisi kompleks yang mengancam jiwa yang ditandai dengan tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan dan sel-sel tubuh (Smeltzer, 2001).
Syok dibagi dalam tiga tahap, yaitu kompensatori, progresif dan ireversibel.
1. Fase kompensatori
Pada fase kompensatori, tekanan darah pasien masih dalam batas normal. Vasokonstriksi, peningkatan frekuensi jantung, peningkatan kontraktilitas jantung, semua berpengaruh dalam mempertahankan curah jantung yang adekuat. Hal ini diakibatkan oleh stimulasi sistem saraf simpati dan pelepasan katekolamin (epinefrin dan nonepinefrin). Pasien dalam tahap syok ini sering disebut sebagai respons “fight or flight”. Redistribusi aliaran darah terjadi untuk memastikan pasokan darah yang adekuat ke otak dan jantung. Darah dialihkan menjauh dari organ yang tidak penting seperti kulit, paru-paru, ginjal dan saluran cerna. Sebagai akibat pengalihan ini kulit teraba dingin, bising usus hipoaktif, haluaran urin menurun.
2. Fase progresif
Pada fase progresif, mekanisme yang mengatur tekanan darah tidak mampu untuk terus mengkompensasi dan tekanan arteri rerata (MAP) turun di bawah batas normal dengan tekanan darah sistolik rata-rata kurang dari 90 sampai 90 mmHg. Meski semua organ terganggu akibat hipoperfusi pada tahap ini ada dua peristiwa yangmemperjelas sindrom syok. Pertama jantungyang bekerja kerasmenjadi iskemik yangmengarah pada gagal pemompaan jantung. Kedua, fungsi otoregulasi mikrosirkulasi gagal berespons terhadap berbagaimadiator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel, yangmengakibatkan peningkatan permabiltas kapiler. Pada tahap ini prognosis pasien memburuk.

3. Fase Ireversibel
Tahap syok ireversibel (refraktori) menunjukkantitik sepanjag kontinum syok di mana kerusakan organsudah sangat parah sehingga pasien tidak berespons terhadap pengobatan dan tidak mampu bertahan, meski mendapat pengobatan tekanandarah tetap rendah. Gagal ginjal dan hepar komplit, dibarengi dengan pelepasan toksin jaringan nekrotik,menciptakan asidosis metabolik yang hebat. Metabolisme anaerobik lebih memperburuk asidosis laktat. Simpanan ATP hampir secara total menipis dan mekanisme untuk penyimpanan pasokan energi bari telah mengalami kerusakan. Kegagalan organ multipel telah terjadi dan kematian mengancam. (Smeltzer, 2001).
B. Etiologi
Secara umum penyebab syok hipovolemik adalah perubahan dalam volume sirkulasi dan perubahan dalam distribusi sirkulasi (www.conectique.com)
Keadaan seperti tersebut diatas dapat dipicu oleh beberapa keadaan antara lain :
- Perdarahan hebat
- Kekurangan cairan akibat muntah, diare, dehidrasi, diabetes melitus, diabetes insipidus, kerusakan korteks adrenal, peritonitis, pankreatitis, luka bakar, asites, atau feokromositoma. (Price & Wilson, 2005)
C. Fisiologi Hemodinamika
Cairan intravaskuler adalah cairan yang disebut plasma dan didalamnya terdapat unsur-unsur padat yaitu sel darah. Sekitar 55 persennya adalah cairan, sedangkan 45 persen sisanya terdiri atas sel darah yang didapatkan berkisar antara 40 – 47 persen. Plasma darah terdiri atas : air ± 91,0%, protein 8,0% (albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen). Mineral 0,9% (natrium khlorida, natrium bikarbonat, garam dari kalsium, posfor, magnesium dan besi). Sisanya diisi oleh sejumlah bahan organik yaitu glukose, lemak, ureum, kreatinin, dan asam amino. Plasma juga berisi hormon, enzim dan antigen/anti bodi (Evellyn, 1997).
Hematrokit (Ht) adalah volume sel-sel darah merah dalam 100 ml (1 dll) darah, di hitung dalam persen. Tujuan dari pemeriksaan tersebut untuk mengatur konsentrasi sel-sel darah merah (Eritrosit). Tekanan yang bertanggung jawab terhadap aliran darah dalam sirkulasi normal dibangkitkan oleh kontraksi otot ventrikel. Ketika otot berkontraksi, darah terdorong dari ventrikel ke aorta selama periode dimana tekanan ventrikel kiri melebihi tekanan aorta. Bila kedua tekanan menjadi seimbang, katup aorta akan menutup dan keluaran dari ventrikel kiri terhenti. Darah yang telah memasuki aorta akan menaikkan tekanan dalam pembuluh darah tersebut. Akibatnya terjadi perbedaan tekanan yang akan mendorong darah secara progresif ke arteri, kapiler dan ke vena. Darah kemudian kembali ke atrium kanan karena tekanan dalam kamar ini lebih rendah dari tekanan vena. Perbedaan tekanan juga bertanggung jawab terhadap aliran darah dari arteri pulmonalis ke paru dan kembali ke atrium kiri. Perbedaan tekanan dalam sirkulasi pulmonal secara bermakna lebih rendah dari tekanan sirkulasi sistemik karena tahanan aliran di pembuluh darah pulmonal lebih rendah.
Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa oleh ventrikel selama satu satuan waktu. Curah jantung pada orang dewasa normal sekitar 5 (lima) liter/menit, namun sangat bervariasi, tergantung kebutuhan metabolisme tubuh. Curah jantung yang paling baik adalah curah jantung (CO) = frekwensi jantung (HR) x volume sekuncup (SV) dimana curah jantung (CO) adalah fungsi frekuensi jantung (HR) dikalikan dengan volume sekuncup (Stroke Volume : SV).
Volume sekuncup adalah sejumlah darah yang disemburkan setiap denyut. Maka curah jantung dapat dipengaruhi oleh perubahan volume sekuncup maupun frekuensi jantung. Frekuensi jantung istirahat pada orang dewasa rata-rata 60 sampai 80 denyut/menit dan rata-rata volume sekuncup sekitar 70 ml/denyut.
Karena fungsi jantung adalah menyuplai darah keseluruh jaringan tubuh, maka keluarannya harus dapat berubah sesuai perubahan kebutuhan metabolisme jaringan itu sendiri.misalnya selama latihan, curah jantung total dapat meningkat sampai empat kali, sampai 20 liter/menit. Perubahan frekuensi jantung dapat terjadi akibat kontrol refleks yang dimediasi oleh sistem saraf otonom, meliputi bagian simpatis dan parasimpatis. Keseimbangan kedua refleks tadi mengontrol sistem yang normalnya menentukan frekuensi jantung.
Jumlah darah yang dipompa pada setiap kali terjadi kontraksi otot jantung sangat tergantung pada 3 hal yaitu peregangan otot jantung sebelum kontraksi (preload), kontraktilitas intrinsik otot jantung dan tekanan yang harus dilawan otot jantung untuk menyemburkan darah selama kontraksi (afterload).
Preload maksudnya adalah bahwa jumlah darah yang mengisi jantung tergantung pada regangan yang dihasilkan oleh serabut jantung. Semakin besar kemampuan regangan otot jantung maka akan semakin banyak juga jumlah darah yang dapat diisikan ke dalam jantung. Apabila jantung kaku maka akan sedikit juga darah yang dapat ditampungnya. Kontraktilitas mengacu pada kemampuan dan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan dengan besarnya regangan tadi dan kadar kalsium. Sedangkan afterload mengacu pada seberapa besar tekanan yang diperlukan oleh ventrikel untuk memompakan darah melawan hambatan yang dihasilkan oleh tekanan arteriole. (Brunner and Suddarth, 1997)
D. Patofisiologis
Apabila karena suatu keadaan menyebabkan volume intra vaskuler menurun maka pre load juga akan menurun sehingga pengisian atrium juga sedikit. Sebagai konsekwensinya darah yang tertampung dalam ventrikel untuk disemburkan ke aorta juga sedikit. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi yaitu penurunan perfusi jaringan yang jika tidak segera ditangani dapat berakibat fatal, yaitu pasien bisa jatuh kedalam shock dengan tanda klinis : fatigue, hipotensi, peningkatan denyut nadi dll. Kekurangan cairan dan elektrolit akan mengaktifasi aldosteron sehingga terjadi reabsorbsi Natrium dalam tubulus renalis, sehingga produksi urin menurun. (Long, Barbara C., 1996).
Pengaruh sistemik dari syok akhirnya membuat syok menjadi irreversibel, beberapa organ terserang dengan cepat dan lebih nyata dari yang lain. Miokardium akan menderita kerusakan paling dini akibat penurunan perfusi O2 jaringan. Selain bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhan akan suplay O2 terjadi juga beberapa perubahan lain. Metabolisme anaerob diinduksi oleh syok sehingga miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan posfat berenergi tinggi (adenosin triposfat) sehingga kontraktilitas ventrikel akan semakin terganggu.
Komplikasi yang juga mematikan adalah terhadap sistem pernapasan sebab dapat memicuterjadinya gagal napas berat. Kongesti paru dan oedem intra alveolar mengakibatkan hipoksia dan menurunkan gas darah arteri.
Syok yang berkepanjangan akan megakibatkan gangguan fungsi hati dimana dapat terjadi nekrosis hati masif pada syok berat, dan manifestasi yang muncul adalah peningkatan enzim-enzim hati, seperti alanin aminotransferase (ALT, dulu disebut SGPT).
Jika terjadi iskemia pada saluran cerna maka umumnya menyebabkan nekrosis hemoragik pada usus besar. Cedera ini dapat memperberat syok melalui penimbunan cairan di usus besar dan absorbsi bakteri dan endotoksin ke dalam sirkulasi. Penurunan motilitas saluran cerna hampir selalu ditemukan pada keadaan syok.
Dalam keadaan normal aliran darah otak biasanya menunjukkan autoregulasi yang baik yaitu berdilatasi sebagai respon terhadap berkurangnya aliran darah dan iskemia. Namun aliran ini tidak mampu memadai untuk mempertahankan perfusi dan aliran yang memadai jika Mean Arterial Pressure dibawah 60 mmHg. Selama hipotensi berat dapat dijumpai gejala defisit neurologis, namun jika pasien pulih dari syok gejala ini juga hilang kecuali jika disertai dengan gangguan cerebrovaskuler lainnya.
Selama syok yang berkelanjutan dapat terjadi penggumpalan komponen-komponen sel intravaskuler sistem hematologis, yang akan meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskuler difus (DIC) dapat terjadi selama syok, yang akan memperburuk keadaan klinis. (Price & Wilson, 2005)
E. Masnifestasi Klinik
Menurut kriteria diagnosis yang ditetapkan oleh Myocardial Infarction Research Units of the National Heart, Lung, and Blood Institute, syok hipovolemik akan menunjukkan tanda gejala sebagai berikut :
1. Tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau 30-60 mmHg dibawah batas bawah sebelumnya.
2. Adanya bukti penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama seperti :
a. Keluaran urine kurang dari 20 ml/jam, biasanya ditandai dengan penurunan kadar natrium dalam urine.
b. Vasokonstriksi perifer yang ditandai tanda kulit dingin dan lembab
c. Gangguan fungsi mental
3. Indeks jantung (curah jantung per luas permukaan tubuh) kurang dari 2,1 L/menit/m2
4. Bukti gagal jantung kiri dengan tekanan baji kapiler paru 18-21 mmHg. (Price & Wilson, 2005)


F. Pemeriksaan penunjang
1. EKG : gelombang T terbalik (T inverted) menunjukkan iskemia pada jaringan miokard
2. Saturasi O2 akan dibawah nilai ambang normal (Normal 98-99 %)
3. Pemeriksaan darah : Kadar Hb, Ht
G. Pengkajian Primer
1. Airway :
Penilaian difokuskan pada kemungkinan adanya sesuatu yang menyumbat jalan napas. Pada kasus syok hipovolemik patensi jalan napas diperlukan untuk memelihara suplay oksigen yang adekuat. Jika terjadi kerusakan serius pada struktur syaraf pusat biasanya terjadi penumpukan sekret di jalan napas akibat hilangnya refleks batuk dan penurunan fungsi cillia saluran pernapasan.
2. Breathing :
Penilaian difokuskan pada bagaimana pernapasan berfungsi untuk memenuhi suplay oksigen. Pada beberapa kasus dapat terjadi takipnoe sebagai kompensasi dari buruknya distribusi gas yang kemudian ditindaklanjuti dengan peningkatan frekuensi respirasi. Peningkatan metabolisme anaerob pada seluruh tubuh akibat iskemia menyebabkan peningkatan produksi asam laktat, sehingga pada saat ekspirasi sering tercium bau asam (amonia) sebagai upaya tubuh memaksimalkan pembuangan asam dari dalam tubuh. Jika terjadi kerusakan akibat syok pada pons parolli atau daerah medulla oblongata maka akan dapat terjadi apnoe karena hilangnya kontrol pernapasan.
3. Circulation :
Penilaian difokuskan pada fungsi jantung sebagai pompa primer sirkulasi dan cairan intra vaskuler itu sendiri sebagai pompa sekunder. Penurunan volume cairan intra vaskuler secara langsung akan menyebabkan hemokonsentrasi dan merangsang sekresi aldosteron sehingga terjadi peningkatan retensi garam dan cairan dengan meningkatkan reabsorbsi tubulus ginjal sehingga produksi urin akan menurun bahkan berhenti. Keadaan ini menyebabkan penurunan kardiak output sehingga tekanan sistole pada aorta menurun. Sebagai respon fisiologis jantung akan berusaha meningkatkan suplay dengan meningkatkan heart rate. Jika tidak segera diperbaiki, maka beban awal (preload) akan menurun sehingga beban akhir (afterload) juga akan menurun sehingga volume sekuncup semakin berkurang. Perbandingan yang tidak seimbang antara volume vaskuler dan luas penampang pembuluh akan merangsang baroreseptor pembuluh darah untuk melakukan vasokontriksi dalam upayanya meningkatkan pompa sekunder sirkulasi, sehingga daerah perifer akan mengalami penurunan perfusi yang dimanifestasikan dengan pucat, dingin dan berkeringat pada akral. Sirkulasi akan dipusatkan pada sentral tubuh dan panas akan mengumpul di sini.
4. Disability :
Penilaian difokuskan pada perubahan yang terjadi dengan status mental dan indikator lain mengenai fungsi-fungsi vital di otak. Syok akan dimulai dengan penurunan konsentrasi karena menurunnya perfusi di otak yang diikuti dengan penurunan status kesadaran menjadi somnolen bahkan sampai pada koma. Jika terjadi kerusakan yang parah pada jaringan otak akan terjadi midriasis pupil dan hilangnya refleks terhadap cahaya. Gejala ini akan memperburuk prognosis pasien.
H. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post Illnes, Last meal, dan Event / Environment yang berhubungan dengan kejadian).
Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki, dan dapat pula di tambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesisfik seperti :
- JDL : Kadar Hematokrit, Hb dan SDM biasanya meningkat (hemokonsentrasi); penurunan menunjukkan hemoragik.
- Natrium serum : mungkin normal, tinggi atau rendah.
- Natrium urin : biasanya menurun (kurang dari 10 mEq/L bila kehilangan volume cairan karena penyebab eksternal; biasanya lebih besar dari 20 mEq/L bila penyebab adalah renal atau adrenal.)
- Glukosa serum : noral atau meningkat.
- Protein serum : meningkat.
- BUN dan CR : peningkatan, BUN diluar proporsi terhadap CR.
- Berat Jenis Urin : meningkat


I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum :
Ø Posisi : telentang, tungkai diangkat 30 derajad
Ø Oksigenasi : bebaskan jalan napas dan berikan terapi O2 dengan kecepatan aliran 5-10 L/m
Ø Hentikan perdarahan eksternal
Ø Kateter intra vena (ukuran jarum nomor 16) rehidrasi cairan. Jenis dan kecepatan tergantung dari jenis dan penyebab syok.
2. Penatalaksanaan Khusus :
Ø Untuk syok hipovolemik pengobatan ditujukan pada pemenuhan kembali volume intravaskuler dengan tranfusi darah dan pemberian cairan parenteral/per enteral.
J. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume aktif
K. Intervensi Keperawatan
1. Pantau tanda-tanda vital dan CVP, perhatikan adanya/derajad perubahan tekanan darah postural. Observasi terhadap peningkatan suhu/demam.
2. Palpasi nadi perifer : perhatikan pengisian kapiler, warna/suhu kulit; kaji status mental.
3. Pantau haluaran urin, ukur/perkirakan kehilangan cairan dari semua sumber misalnya kehilangan melalui gaster, drainase luka dan diaphoresis.
4. Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan keseimbangan cairan 24 jam. Tandai/ukur area edema misalnya abdomen, tungkai.
5. Balik dengan sering masase kulit dan lindungi tonjolan tulang.
6. Berikan kewaspadaan keamanan sesuai indikasi misalnya penggunaan pagar tempat tidur, posisi tempat tidur rendah, observasi sering, restraint lunak (bila diperlukan).
7. Pantau peningkatan tekanan darah tiba-tiba/nyata, gelisah, batuk basah, dispnoe, kreakels basal, sputum banyak.
8. Kolaborasi :
a. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan indikasi misalnya elektrolit, glukosa, pH/PCO2, pemeriksaan koagulasi.
b. Berikan larutan IV sesuai dengan indikasi: larutan isotonik misalnya 0,9% NaCl (saline normal), dekstrosa/air 5%, NaCl 0,45% (saline perbandingan), RL. Cairan koloid misalnya Dextran, plasmanate/albumin, hetastarch. Darah lengkap/tranfusi SDM kemasan.
c. Berikan Natrium bikarbonat bila diperlukan untuk memperbaiki asidosis berat.



























BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. “K”
Usia : 32 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tugu, Semarang
Diagnosa Medik : Perforasi uteri post curetage
Nomor Register :
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat aborsi sebelumnya. Juga tidak ada riwayat hipertensi, penyakit jantung maupun gagal ginjal yang dapat memperburuk prognosis. Riwayat DM tidak diketahui di antara keluarga.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Suami klien mengatakan 2 minggu yang lalu klien menjalani kuretage karena hamil anggur, setelah kuretage perdarahan tidak berhenti dan semakin banyak dengan karakteristik menggumpal-gumpal. Sebelum dibawa ke rumah sakit pasien mengalami perdarahan pervaginam dengan karakteristik menggumpal sejumlah kurang lebih 500 cc.
3. Pengkajian Primer
Airway :
Jalan napas bersih, tidak ada sumbatan maupun bunyi abnormal.
Breathing :
Frekuensi napas 32 kali per menit, cepat dan dangkal. Ada sedikit retraksi otot aksesoris pernapasan pada saat klien bernapas
Circulation :
Suhu 37,80C, Nadi 124 kali per menit teraba lemah di arteri radialis, nadi dorsalis pedis teraba sangat lemah. Tekanan Darah 90/60 mmHg di tangan kiri, dalam posisi berbaring. Akral teraba dingin dan lembab. Mukosa bibir, ujung-ujung jari dan kuku tampak pucat dan kebiruan.
Disability :
GCS : E 2, V 3 dan M 4. Pupil isokor, dan refleks terhadap cahaya positif. Belum terjadi midriasis pupil.
4. Pengkajian sekunder
Kepala : mesosefal, distribusi rambut merata, kebersihan cukup.
Mata : konjungtiva anemis, sklera agak ikterik.
Hidung : kebersihan cukup, tidak ada epistaksis.
Telinga : tidak ada kelainan bentuk.
Mulut : mukosa agak kering dan agak pucat-kebiruan (sianosis).
Thorax : pengembangan dada simetris, tipe pernapasan dada.
Abdomen :
Ekstrimitas : akral dingin dan berkeringat. Kuku jari terlihat pucat dan capilery refill lebih dari 2 detik (3-5 detik). Turgor kulit menurun (sedang).
5. Terapi medik
a. Infus RL 2 jalur. Pada penanganan pertama diberikan cairan RL 1500 mL, dilanjutkan dengan pemberian cairan dengan kecepatan 60 tetes per menit. Setelah selesai diteruskan dengan cairan RL 20 tetes per menit.
b. Pasang Douwer catheter, evaluasi produksi urin
c. Pasang NGT untuk persiapan cyto operasi
d. Injeksi cefotaxime 1 gram per IV










B. Analisa Data
No.
Data Fokus
Masalah
Penyebab
1.



2.
DS : -
DO:Pernafasan cepat dan dangkal,
RR : 32 x/mnt, cyanosis,
Penggunaan otot Bantu pernafasan


DS: Suami klien mengatakan 2 minggu yang lalu klien menjalani kuretage karena hamil anggur, setelah kuretage perdarahan tidak berhenti dan semakin banyak dengan karakteristik menggumpal-gumpal
DO: Ku lemah, kesadaran somnolen
GCS : E : 2; M :4;V:3
akral lembab, dingin, turgor kulit sedang, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering dan pucat kebiruan.
TD : 90/60 mmhg, Nadi 124 x/mnt dan teraba lemah di arteri dorsalis pedis dan arteri radialis, suhu 37,8 °C


Pola nafas tidak efektif




Kekurangan Volume cairan dan elektrolit









Peningkatan kebutuhan oksigen jaringan



Kehilangan volume aktif (perdarahan)

Berdasarkan analisa data diatas dapat diangkat diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan.
2. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan volume aktif (perdarahan)






C. Intervensi Keperawatan















































D. Implementasi

No.DP
Tanggal/ jam
Implementasi
Respon
Ttd
1.














2.



























17 April 2007
09.30













17 April 2007
09.30
- Mengkaji pola nafas klien




- Memberikan posisi datar



- Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy O2 5L/m dengan masker non rebreathing


- Mengukur Tanda-Tanda Vital (TD,S,RR,N)





- Memasang infus dan memberikan terapi cairan.

- Memasang douwer chateter


- Memasang NGT



S : -
O :Pernafasan cepat dan dangkal, penggunaan otot Bantu pernafasan, RR : 32 x/mnt

S : -
O :


S : -
O :




S : -
O :
- TD : 90/60 mmhg
- S : 37,8 °C
- N : 124 x/mnt
- RR : 32 x/mnt

S : -
O :

S :
O :


S : -
O :




E. Evaluasi

No.DP
Tanggal /Jam
Evaluasi
Paraf
1.











2.
17 April 2007
10.00 wib










17 April 2007
10.00 wib

S : -
O : Pasien terpasang kanul nasal 5 lpm
RR : 28 x/menit, pemakaian otot bantu pernafasan.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Kaji pola nafas
2. beri posisi ekstensi
3. Kolaborasi dengan dokter
pemberian therapy oksigen


S : -
O : KU : Lemah, TD : 100/60 mmhg, N : 120 x/mnt, RR : 28 x/mnt, Suhu : 37° C, akral dingin, mukosa bibir kering, turgor kulit sedang
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Memantau TTV
2.Menjaga keamanan pasien
3. Kolaborasi pemberian cairan RL 2 flaboth lagi.
4. Kolaborasi dengan dokter dan tim laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin cito.
5. pendelegasian kepada perawat ruang operasi untuk persiapan operasi cito histerektomi.

















BAB IV
PEMBAHASAN

Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian tentang airway pada Ny. “K” tidak ditemukan sumbatan jalan nafas. Untuk pengkajian breathing pola nafas klien cepat dan dangkal, terdapat penggunaan otot bantu pernafasan dan frekuensi RR 32 kali/ menit. Pada pengkajian circulation terdapat perdarahan dari jalan lahir dengan karakteristik berupa gumpalan kurang lebih 500 cc, akral dingin, turgor kulit sedang, konjungtiva anemis, keadaan umum lemah, kesadaran somnolen.
Data ini menunjukkan telah terjadi kehilangan volume intra vaskuler selama pasien berada di rumah dan tidak segera ditindaklanjuti dengan rehidrasi dan upaya menghentikan sumber perdarahan. Perdarahan aktif diasumsikan akan menurunkan kadar hemoglobin darah dan meningkatkan konsentrasi hematokrit sehingga jumlah O2 yang dapat diikat oleh Hb untuk didistribusikan ke seluruh jaringan juga terbatas. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah peningkatan upaya bernapas untuk memenuhi suplay O2. Namun karena distribusi yang terbatas, maka seberapapun upaya bernapas yang dilakukan tidak akan memenuhi keseimbangan antara suplay dan kebutuhan akan oksigen.
Yang menjadi issue menarik pada pengkajian ini adalah diagnosa medis : perforasi post curretage yang dilakukan 2 minggu yang lalu. Kalau diagnosis ini benar, seharusnya ada data tentang nyeri hebat yang terjadi tiba-tiba akibat kerusakan otot rahim, kram abdomen dan terjadi penimbunan darah dalam rongga abdomen. Syok dapat terjadi setiap saat, tidak menunggu sampai 2 minggu.
Hipotesis tentang kemungkinan lain terjadinya syok hipovolemik yang kami ajukan adalah tidak sempurnanya kuretase yang dilakukan 2 minggu yang lalu sehingga terjadi perembesan darah ke dalam rahim. Akibat dari his yang lemah rembesan ini tidak berhenti dan terus-menerus keluar selama 2 minggu sedangkan upaya rehidrasi tidak dilakukan. Karena itulah jarak antara kuretasi dan syok cukup jauh (2 minggu). Statement ini diperlukan sebab akan mempengaruhi penanganan yang dilakukan di meja operasi nantinya.

Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang harus segera diatasi pada pasien ini adalah defisit volume cairan akibat adanya kehilangan volume aktif. Pada kasus Ny.K diagnosa keperawatan yang muncul adalah 2 diagnosa keperawatan yaitu pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan kebutuhan oksegen jaringan dan kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume aktif (perdarahan). Perbedaan ini karena pendekatan yang digunakan Doenges berfokus pada masalah aktual yang menjadi dasar utama kegawatan pada syok hipovolemik, sedangkan pada kasus Ny. “K” diagnosa diangkat berdasarkan respon yang ditampilkan oleh pasien saat dilakukan asuhan keperawatan.
Intervensi
Intervensi yang dilakukan pada kasus Ny. “K” difokuskan untuk rehidrasi cairan yang hilang sehingga pola napas dapat kembali efektif. Pemberian cairan 1500 cc dengan diguyur adalah usaha untuk mengembalikan volume vaskuler dan meningkatkan curah jantung sehingga memperbaiki perfusi jaringan seluruh tubuh. Pemasangan NGT dipersiapkan untuk menjalani operasi cyto dan mencegah aspirasi cairan lambung ke saluran pernapasan selama pasien mengalami penurunan status kesadaran. Pemasangan NGT dilakukan untuk mengevaluasi produksi urin sebagai manifestasi dari membaiknya perfusi ke ginjal.
Masih ada tindakan lain yang harus dilakukan disini, misalnya melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar Hb dan Ht untuk menilai sejauh mana kebutuhan untuk tranfusi dan jenis cairan apa yang dibutuhkan nantinya.
Usaha yang dilakukan tetap disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di lapangan namun tetap mengacu pada intervensi pada kasus syok hipovolemik secara teoritis.
Implementasi
Tindakan yang direncanakan sebagian telah dilaksanakan, namun ada beberapa tindakan yang belum dilakukan yaitu kolaborasi dengan dokter dan tim laborat untuk pemeriksaan darah rutin cito dan pemberian cairan RL guyur karena keadaan gawat darurat klien yang membutuhkan operasi cito sehingga intervensi yang belum dilaksanakan didelegasikan pada perawat ruang operasi untuk dilanjutkan.
Evaluasi
Pada kasus Ny. “K” intervensi yang dilakukan ditujukan untuk mengurangi keluhan dan mencegah komplikasi dan kegawatan yang lebih buruk. Setelah mendapat tindakan di ruang IGD klien dibawa ke ruang operasi untuk segera dilakukan operasi histerektomi agar perdarahan bisa diatasi, dengan tidak mengabaikan upaya untuk mengevaluasi perubahan hemodinamika dan komponen darah dengan pemeriksaan laboratorium darah rutin.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Selama melakukan asuhan keperawatan pada Ny. “K” dengan syok hipovolemik ini, setidaknya ada beberapa hal yang menunjang pelaksanaan tindakan, antara lain sikap perawat dan dokter yang bertugas di UGD sangat respek terhadap mahasiswa praktikan sehingga membuat kami merasa percaya diri untuk melakukan diskusi dan mengambil inisiatif dalam melakukan tindakan keperawatan.
Namun demikian masih ada hal-hal yang masih dirasakan menghambat selama pelaksanaan asuhan keperawatan seperti banyaknya jumlah keluarga yang mengantarkan pasien ke rumah sakit membuat suasana kerja menjadi lebih tegang. Selain itu keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami sebagai mahasiswa seringkali membuat kami tidak respek terhadap perubahan sekecil apapun pada pasien sehingga ada beberapa data pengkajian yang tidak utuh sehingga analisis yang kami lakukan kurang mendalam dan hipotesis yang kami kemukakan kurang kuat.








BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah mempertimbangkan beberapa hal maka kami sampai pada kesimpulan antara lain :
Mengingat tingginya resiko kematian yang diakibatkan oleh kekurangan volume cairan dan elektrolit, maka sebagai tenaga medis keperawatan gawat darurat harus memiliki kemampuan dalam penatalaksanaan dan penanganan kegawat daruratan kasus hipovolemik dengan tepat dan cepat.
Data yang lengkap dan ketelitian dalam pengamatan sangat diperlukan untuk dasar pengambilan keputusan secara cepat dan benar di instalasi gawat darurat.
B. Saran
Sebagai perawat gawat-daurat yang profesional, dituntut memiliki kemampuan dalam menangani pasien dengan keadaan gawat secara tepat, cepat dan benar serta tetap dalam koridor etika profesi dan standar profesi yang ada. Untuk mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang lebih baik dan akurat, dapat dengan mengikuti pelatihan-pelatihan kegawat daruratan yang diadakan.
Mahasiswa yang akan masuk ke Instalasi Gawat Darurat harus memiliki kemampuan pengamatan yang tajam dan kemampuan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat untuk dapat membuat analisis tentang keadaan klien yang dirawat dan tindakan apa yangharus dilakukan.
Sebaiknya instruktur klinik adalah orang yang ada di UGD sehingga setiap kali berhadapan dengan pasien dapat dilakukan diskusi tentang efektifitas asuhan keperawatan yang diberikan dan mahasiswa memperoleh masukan yang tepat dan penilaian penampilan klinis yang adil.

BLOK AV DERAJAT II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Blok atrioventrikular disebabkan oleh gangguan pada beberapa bagian sistem konduksi AV. Sinus-denyut awal diperlambat atau secara lenghkap dibkol dari pengaktivasi ventrikel. Blok dapat terjadi pada tingkat nodus AV, berkas His, atau cabang berkas karena sistem konduksi AV terdiri dari semua struktur ini. Pada blok AV derajat pertama dan kedua , blok ini tidak komplit dimana beberapa atau semua impuls akhirnuya dikonduksi ke ventrikel. Pada blok AV derajat tiga atau blok jantung komplit, tidak ada sinus impuls yang dikonduksi.
1. Blok AV Derajat Pertama
Pada Blok AV derajat pertama ini, konduksi AV diperpanjang tetapi semua impuls akhirnya dkonduksi ke ventrikel. Gelombang P ada dan mendahului tiap-tiap QRS dengan perbandingan hubungan 1 : 1. interval PR konstan tetapi durasi melebihi diatas batas 0,2 detik.
2. Blok AV Derajat Kedua Mobitz I (Wenckebach)
Tipe yang kedua, Blok AV derajat dua, konduksi AV diperlambat secara progresif pada masing-masing sinus sampai akhirnya impuls ke ventrikel diblok secara komplit. Siklus kemudian berulang dengan sendirinya. Pada gambaran EKG, gelombang P ada dan berhubungan dengan QRS di dalam sebuah pola siklus. Interval PR secara progresif memanjang pada tiap-tiap denyut sampai komplek QRS tidak dikonduksi. Komplek QRS mempunyai bentuk yang sama seperti irama dasar. Interval antara kompleks QRS berturut-turut memendek sampai terjadi penurunan denyut.
3. Blok AV Derajat Dua Mobitz II
Blok AV tipe II digambarkan sebagai blok intermiten pada konduksi AV sebelum perpanjangan interval PR. Ini ditandai oleh interval PR fixed jika konduksi AV ada dan gelombang P tidak dikonduksikan saat blok terjadi. Blok ini dapat terjadi kadang-kadang atau berulang dengan pola konduksi 2 : 1, 3 : 1, atau bahkan 4 : 1. karena tidak ada gangguan pada nodus sinus, interval PP teratur. Seringkali ada bundle branch block (BBB) atau blok cabang berkas yang menyertai sehingga QRS akan melebar.
4. Blok AV Derajat Ketiga (Komplit)
Pada Blok jantung komplit atau derajat ketiga, nodus sinus terus memberi cetusan secara normal, tetapi tidak ada impuls yang mencapai ventrikel. Ventrikel dirangsang dari sel-sel pacu jantung yang keluar dan dipertemu (frekuensi 40-60 denyut / menit) atau pada ventrikel (frekuensi 20-40 denyut / menit), tergantung pada tingkat blok AV.
Pada gambaran EKG gelombang P dan komplek QRS ada tetapi tidak ada hubungan antara keduanya. Interval PP dan RR akan teratur tetapi interval RR bervariasi. Jika pacu jantung pertemuan memacu ventrikel, QRS akan mengecil. Pacu jantung idioventrikular akan mengakibatkan kompleks QRS yang lebar.

ETIOLOGI
1. Blok AV derajat Pertama
Pada blok AV tipe pertama terjadi pada semua usia dan pada jantung normal atau penyakit jantung. PR yang memanjang dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti digitalis, β bloker, penghambatan saluran kalsium, serta penyakit arteri koroner, berbagai penyakit infeksi dan lesi kongenital.
2. Blok AV derajat Kdua Mobitz I (Wenckebach)
Blok Wenckebach atau Mobitz I biasanya dihubungkan dengan blok diatas berkas His. Demkian juga beberapa obat atau proses penyakit yang mempengaruhi nodus AV, seperti digitalis atau infark dinding inferior dari miocard dapat menghasilkan blok derajat kedua tipe ini.



3. Blok AV derajat Kedua Mobitz II
Adanya pola Mobitz II menyatakan blok dibawah berkas His. Ini terlihat pada infark dinding anterior miokard dan berbagai penyakit jaringan konduksi.
4. Blok AV derajat Ketiga (Komplit)
Penyebab dari tipe terakhir ini sama dengan penyebab pada blok AV dengan derajat yang lebih kecil.
Jadi secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa ada berbagai keadaan yang dapatmenurunkan konduksi impuls melalui berkas AV atau yang sama sekali memblok adalah :
a. Iskemia nodus AV atau serat-serat berkas AV seringkali memperlambat atau menghambat konduksi dari atrium ke ventrikel. Insufisiensi koroner dapat menyebabkan iskemia nodus AV dan juga berkas His dengan cara yang sama, sehingga dapat menyebabkan iskemia miocardium
b. Kompresi berkas AV oleh jaringan parut atau oleh bagian jantung yang mengalami perkapuran dapat menekan atau memblok konduksi dari atrium ke ventrikel
c. Imflamasi nodus AV atau berkas AV dapat menekan konduktifitas antara atrium dan ventrikel

PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS
1. Patofisiologi
Blok jantung adalah perlambatan atau pemutusan hantaran impuls antara atrium dan venrikel. Impuls jantung biasanya menyebar mulai dari nodus sinus, mengikuti jalur internodal menuju nodus AV dan ventrikel dalam 0,20 detik (interval PR normal); depolarisasi ventrikel terjadi dalam waktu 0,10 detik (lama QRS komplek). Terdapat tiga bentuk blok jantung yang berturut-turut makin progresif. Pada blok jantung derajatderajat satu semua impuls dihantarkan melalui sambungan AV, tetapi waktu hantaran memanjang. Pada blok jantung derajat dua, sebagian impuls dihantarkan ke ventrikel tetapi beberapa impuls lainnya dihambat. Terdapat dua jenis blok jantung derajat dua, yaitu Wnckebach (mobitz I) ditandai dengan siklus berulang waktu penghantaran AV ang memanjang progresif, yang mencapai puncaknya bila denyut tidak dihantarkan. Jenis kedua (mobitz II) merupakan panghantaran sebagian impuls dengan waktu hantaran AV yang tetap dan impuls yanglain tidak dihantarkan.
Pada blok jantung derajat tiga, tidak ada impuls yang dihantarkan ke ventrikel, terjadi henti jantung, kecuali bila escape pacemaker dari ventrikel ataupun sambungan atrioventrikuler mulai berfungsi. Blok berkas cabang adalah terputusnya hantaran berkas cabang yang memperpanjang waktu depolarisasi hingga lebih dari 0,10 detik.
2. Pathways (terlampir)

MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis akan ditentukan berdasarkan derajat dari blok AV,
1. Blok AV derajat I
Blok derajat pertama tidak ada konsekuensi hemodinamik pada pasien tetapi harus diliha sebagai indikator terjadinya gangguan sistem konduksi AV. Kondisi ini dapat berkembang menjadi blok AV derajat kedua atau ketiga, irama teratur, umumnya normal antara 60 – 100 denyut permenit, gelombang P normal, Interval PR memanjang, lebih dari 0,20 detik, gelombang QRS komplek normal.
2. Blok AV derajat II mobitz I
Klien yang menunjukkan gejala pada blok AV derajat kedua karena frekuensi ventrikel biasanya adequat. Seringkali ini terjadi sementara dan bila berlanjut ke blok derajat ketiga, pacu jantung pertemuan (junctional) pada frekuensi 40 – 60 denyut/menit biasanya akan mengambil alih pacu ventrikel. Irama tidak teratur, frekuensi normal atau kurang dari 60 denyut permenit, gelombang P normal tetapi ada satu gelombang P yang tidak diikuti komplek QRS, interval PR makin lama makin panjang sampai ada gelombang P yang tidak diikuti komplek QRS, kemudian siklus diulang kembali. Gelombang QRS normal (0,06-0,12 detik).
3. Blok AV derajat II Mobitz II
Blok Mobitz II secara potensial lebih berbahaya daripada Mobitz I. Ini sering terjadi secara permanen, dapat memburuk dengan cepat menjadi blok jantung derajat tiga dengan respon ventrikel yang lambat 20-40 denyut permenit. Irama umumnya tidka teratur, frekuensi lambat kutang dari 60 denyut permenit. Gelombang P normal tetapi ada satu atau lebih yang tidak di ikuti komplek QRS interval PR noral atau memanjang secara konstan. Komplek QRS normal
4. Blok AV derajat III (komplit)
Blok jantung komplit kurang ditoleransi bila pelepasan irama berasal dari ventrikel, biasanya lambat dan tidak dapat dipercaya. Klien dapat tetap asimtomatik bila pelepasan irama mendukung curah jantung normal. Irama teratur, frekuensi kurang dari 60 denyut permenit, gelombang P normal, tetapi gelombang P dan gelombang QRS berdiri sendiri-sendiri sehingga gelombang P kadang di ikuti gel QRS kadang tidak. Interval PR berubah-ubah Komplek QRS normal atau memanjang lebih dari 0,12 detik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG
Pada EKG akan ditemukan adanya Blok AV sesuai dengan derajatnya
2. Foto dada
Dapat ditunjukkan adanya pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel dan katup
3. Elektrolit
Peningkatakn atau oenurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia.

PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway : penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya abstruksi jalan nafas, karena benda asing. Pada klien yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara nafas tambahan misalnya stridor.
b. Breathing : inspeksi frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan, adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi adanya suara nafas tambahan, seperti ronchi, whezzing, kaji adanya trauma pada dada yang dapat menyebabkan takipnea dan dispnea
c. Circulation : dilakukan pengkajian tentang volume darah dan kardiak output serta adanya perdarahan. Setatur hemodinamik, warna kulit, nadi.
d. Disability : nilai tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil

2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi, Medikasi, Post Illnes, Last meal, dan Event / Environment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki, dan dapat pula di tambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesisfik seperti foto thorak, dll.

PENATALAKSANAAN
Tindakan yang dapat dilakukan sesuai dengan derajat blok AV, pada blok AV derajat satu tidak ada tindakan yang diindikasikan. Interval PR harus di monitor ketat terhadap kemungkinan blok lebih lanjut. Kemungkinan dari efek obat juga harus di ketahui. Pada blok AV tipe Molitz I juga tidak ada tindakan kecuai menghentikan obat jika ini merupakan agen yang menggangu. Klien harus dipantau terhadap berlanjutnya blok. Pada mobitz II, pemantauan yang konstan dan observasi terhadap perkembangan menjadi blok jantung derajat tiga. Obat-obatan seperti atropin, atau isopreterenol, atau pacu jantung mungkin diperlukan jika pasien menunjukkan gejala-gejala atau jika blok terjadi dalam situasi infark miocard akut pada dinding anterior. Pada blok Av derajat komplit terapi meliputi pemberian atropin atau isoproterenol, dan pacu jantung diperlukan permanen atau sementara.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi listrik jantung
2. Cemas berhubungan dengan krisis situasional
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan supali oksigen




INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi listrik jantung
Tujuan :
Klien dapat mempertahankan atau meningkatkan curah jantung adequat dengan kriteria hasil ; status hemodinamik dalam batas normal, status mental mental status hemodinamik dalam rentang normal, haluaran urine adequate, balance cairan seimbang, status mental normal, tidak terjadi penurunan kesadaran, nadi teraba sama antara nadi apikal dengan nadi
Intervensi :
· Pantau status hemodinamik secara manual maupun menggunakan BSM
· Catat frekuensi, keteraturan, kekuatan, catat adanya pulse alternal / deficit nadi
· Auskultasi bunyi jantung, catat frkuensi, irama. Catat adanya denyut jantung tambahan (murmus, gallop) dan penurunan nadi.
· kaji keadequatan curah jantung / perfusi jaringan
· Ciptakan lingkungan yang tenang
· Pantau pemeriksaan laboratorium khususnya elektrolit
· Berikan oksigen sesuai indikasi
· Berikan obat antiaritmia sesuai dengan advice
2. Cemas berhubungan dengan krisis situasional
Tujuan :
Klein akan menggunakan mekanisme koping yang efektif dengan kriteria hasil:
· klien rileks tidak tegang
· mengungkapkan perasaannya
· klien mampu istirahat dengan tenang
Intervensi :
· Ciptakan hubungan yang asertif antara perawat dan klien
· Jelaskan lingkungan perawatan kritis, prosedur dan yang lainnya
· Gunakan teknik komunikasi terapeutik
· Dorong pengambilan keputusan berkenaan dengan perawatan
· Berikan sedasi jika diperlukan
· Dorong dukungan keluarga
· Catat respon klien terhadap penyakit
· Lakukan perencanaan penyuluhan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai aksigen
Tujuan :
Klien mampu mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas dengan kriteria hasil klien menunjukkan :
· Frekuensi jantung, irama jantung dalam batas normal
· Kulit hangat, warna merah muda
· Melaporkan tidak ada sesak nafas saat aktifitas
· Menunjukkan tanda vitas stabil
Intervensi
· Catat frekuensi, irama jantung, perubahan tekanan darah sebelum, selama dan sesudah aktivitas
· Tinggikan kepala tempat tidur
· Tingkatkan istirahat
· Batasi pengunjung
· Anjurkan klien menghindari peningkatkan tekanan abdomen
· Anjurkan peningkatan bertahap untuk aktivitas
· Kaji ulang tanda-gejala yang menunjukkan klientidak toleran terhadap aktivitas
· Libatkan keluarga untuk membantu KDM klien








BAB III
LAPORAN KASUS

Pengkajian tanggal 20 Januari 2006 (tgl masuk ICCU 19-1-2006)

PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Ny. U
Umur : 75 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Alamat : Wonosobo
No Register : 5223203
Diagnosa medik : Blok AV Grade II
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. M
Umur : 37 tahun
Alamat : Wonosobo
Hubungan dengan klien : Anak klien
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien merasakan nyeri pada perut da terasa panas, indikasi masuk ICCU adalah adanya kemungkinan terjadinya henti jantung.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny.U adalah klien rujukan dari RSI Wonosobo, dimana sejak 12 hari SMRS klien merasakan nyeri perut bagian atas terus menerus, namun tidak dijalarkan, badan terasa lemah, dan kepala terasa mubeng, nyeri kepala serta mual dan muntah berupa air, dirasakan sekitar 1 hari SMRS. Klien merasa sulit makan dan BAB. Pasien datang ke UGD RSDK dan di bawa ke ICCU.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mempunyai riwayat penyakit darah tinggi (Hipertensi) dan selalu periksa secara teratur. Riwayat penyakit jantung, DM klien tidak tahu.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
-
4. Pengkajian Primer
a. Airway
Jalan nafas bersih dan paten, tidak ada suara nafas tambahan
b. Breathing
Frekuensi nafas 16 x/menit, dengan irama reguler, tidak ada retraksi dinding dada, nafas dalam.
c. Circulation
HR 42 x/menit, TD : 183 / 43 mmHg, nadi teraba kuat di radial, Nadi teratur, suhu : 37 0C. Tidak didapatkan perdarahan, capillary refill > 2 detik
d. Disability
Klien sadar penuh dengan nilai GCS E4M6V5 = 15, pupil isokor, reflek positif.
5. Pengkajian Sekunder
a. Status Hemodinamik
Pengkajian berdasarkan Bed side monitor dengan hasil
TD : 183 / 43 mmHg HR : 42 x/menit
RR : 16 x/menit Suhu : 37 0C
b. Pemeriksaan Fisik
1.) Kepala : bentuk mesochepal, tidak berketombe, kebersihan cukup, rambut tidak rontok.
2.) Mata : konjungtiva palpebra kanan dan kiri tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, reflek cahaya kanan kiri positif.
3.) Telinga : tidak ditemukan adanya discharge, kebersihan cukup
4.) Hidung : kebersihan cukup, tidak ada polip, tidak ditemukan adanya perdarahan perhidung (epistaksis)
5.) Mulut : bibir lembab, tidak sianosis, kebersihan cukup, tidak ada caries dentis.
6.) Thorak
a.) Jantung : Pada inspeksi tampak ictus cordis pada SIC VI midclavicula kiri + 2 cm, pada palpasi juga di temukan adanya IC pada SIC VI midclavicula kiri + 2 cm, Perkusi ditemukan adanya suara pekak pada lapang paru, auskultasi menunjukkan adanya bunyi jantung murni I dan II, dengan interval lambat.
b.) Paru : Inspeksi tidak ditemukan adanya retraksi dinding dada, pada palpasi ditemukan pengembangan dada simetris, perkusi menunjukkan pengembangan paru yang simetris dan pada auskultasi di temukan suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi maupun mengi.
7.) Ekstremitas : tidak ditemukan adanya edema pada ekstremitas kanan kiri baik inferior maupun superior.
8.) Pola istirahat tidur
Klien mengatakan tidak bisa tidur karena khawatir belum ada perubahan kondisi tubuhnya setelah di rawat di RS apalagi harus di rujuk ke Semarang yang jauh dari keluarga.
c. Pemeriksaan penunjang
1.) Lab. Darah tgl 19-1-2006 dengan hasil :

Hasil
Nilai normal
Satuan
Hemoglobin
11,9
12 - 15
gr/dl
Hematokrit
34,3
40 - 48
%
Eritrosit
3,81
4,2 – 5,2
Juta/mmk
MCH
31,10
27 - 32
pg
MCV
90,10
76 - 96
fl
MCHC
34,5
29 - 36
g/dl
Leukosit
8,40
5 - 10
ribu/mmk
Trombosit
308
100 - 400
ribu/mmk
Glukosa Sewaktu
96
80 - 110
mg/dl
Urea
24
15 - 39
mg/dl
Creatinin
0,84
0,60 – 1, 30
mg/dl
Natrium
123
136 - 145
mEq/dl
Kalium
5
3,5 – 5,1
mEq/dl
Clorida
99
98 - 107
mEq/dl
Calsium
2,37
2.12 – 2, 52
mEq/dl
Magnesium
0,69
0,74 – 0,99
mEq/dl
CK-MB
21
0-10
U/l
Partial Prothrombin Time
- Waktu prothrombin
- PPT control


16,7
14,4


10-15
detik
Partial Thromboplastin Time
- Waktu Thromboplastin
- APPT control



120,9
32,5



23,4 – 36,8
detik

2.) Lab. Darah tgl 20-1-2006 dengan hasil :

hasil
normal
satuan
Natrium
132
136 - 145
mEq/dl
Kalium
4,6
3,5 – 5,1
mEq/dl
Clorida
109
98 - 107
mEq/dl

3.) Pemeriksaan EKG tgl 19-1-2006
Hasil ditemukan adanya blok AV, interval PR makin lama makin panjang hingga ada gelombang P yang tidak di ikuti komplek QRS, kemudian siklus diulang kembali, interval PP teratur, interval RR teratur 9 kotak besar.

d. Terapi yang diberikan
Infus Nacl 3 % 20 tts/mnt diberikan sejak pukul 20.00 s/d 05.00 hr 1
Infus RL 20 tts / mnt
Allupent 1 tablet / 8 jam per oral
Efedrin 12,5 mg / 8 jam per oral
Tiklopidin 250 mg / 24 jam per oral
Aspilet 30 mg / 24 jam per oral
ISDN 10 mg / 8 jam per oral
Diazepam 5 mg / 8 jam per oral
Dulcolax II tablet / malam per oral
Adrenalin 0,1 mg/menit Syring Pump
Heparin bolus 500 unit, selanjutnya 1000 U/jam
Rencana TPM (Temporary Pace Maker)


ANALISA DATA
No
Data Fokus
Masalah
Etiologi
1
Ds:
Klien merasa gemetar, lemes, kepala pusing, seperti mubeng
Do:
- HR : 42 x/ menit
- RR : 16 x/menit
- TD : 183 / 43 mmHg
- Sa02 : 100%
- Pada gambaran EKG ditemukan gambaran Blok AV
- Klien terlihat lemah
- Hb : 11,9 gr/dl
- Na : 123 mEq/dl
- K : 5 mEq/dl
- Cl : 99 mEq/dl
- Ca : 2,37 mEq/l
- CK – MB : 21 mEq.dl
Perubahan curah jantung
Ketidakstabilan listrik jantung yang mempengaruhi frekuensi, irama dan konduksi jantung
2
Ds:
Klien mengatakan tidak bisa tidur karena memikirkan penyakitnya, klien khawatir karena belum ada perubahan pada kondisinya
Do:
TD : 183 / 43 mmHg
HR : 42 x/mnt
RR : 16 x/menit
Ekspresi wajah tegang
cemas
Penyakit jantung yang mengancam hidup yang memerlukan pacu jantung

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS
1. Perubahan curah jantung berhubungan dengan ketidakstabilan listrik jantung yang mempengaruhi frekuensi, irama dan konduksi jantung.
2. Cemas berhubungan dengan penyakit jantung yang mengancam hidup yang memerlukan pacu jantung

RENCANA KEPERAWATAN
No DP
Tujuan
Intervensi
1
Mempertahankan atau meningkatkan curah jantung adequat dengan kriteria hasil :
- status hemodinamik dalam rentang normal atau stabil
- haluaran urine adequate, balance cairan seimbang
- status mental normal, tidak terjadi penurunan kesadaran
- nadi teraba sama antara nadi apikal dengan nadi perifer
1. Pantau status hemodinamik secara manual maupun menggunakan BSM
2. Catat frekuensi, keteraturan, kekuatan, catat adanya pulse alternal / deficit nadi
3. Auskultasi bunyi jantung, catat frkuensi, irama. Catat adanya denyut jantung tambahan (murmus, gallop) dan penurunan nadi.
4. kaji keadequatan curah jantung / perfusi jaringan
5. Ciptakan lingkungan yang tenang
6. Pantau pemeriksaan laboratorium khususnya elektrolit
7. Berikan oksigen sesuai indikasi
8. Berikan obat antiaritmia sesuai dengan advice
2
Klein akan menggunakan mekanisme koping yang efektif dengan kriteria hasil:
- klien rileks tidak tegang
- mengungkapkan perasaannya
- klien mampu istirahat dengan tenang
1. Ciptakan hubungan yang asertif antara perawat dan klien
2. Jelaskan lingkungan perawatan kritis, prosedur dan yang lainnya
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
4. Dorong pengambilan keputusan berkenaan dengan perawatan
5. Berikan sedasi jika diperlukan
6. Dorong dukungan keluarga
7. Catat respon klien terhadap penyakit
8. Lakukan perencanaan penyuluhan

CATATAN PERKEMBANGAN
Hari I Jum’at 20 januari 2006
No DP
Tgl/ Waktu
Tindakan Keperawatan
Evaluasi
1











2
07.45
1. Mengkaji dan memantau status hemodinamik
2. Mencatat hasil nadi perifer, kekuatan dan irama
3. Mengauskultasi bunyi jantung
4. Memberikan oksigen tambahan dengan binasal kanul 2 liter/menit
5. Menkaji status metal
6. Menjelaskan lingkungan perawatan kritis, prosedur dan yang lainnya
7. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik
S : Klien mengatakan masih terasa lemas, gemetar
O : TD : 177/36 mmHg, HR : 46 x/menit, MAP : 69, RR : 18 x/menit, balanca cairan +49,1; GCS E4M6V5, kesadaran komposmentis, Nadi teraba kuat di radial.
A: Tujuan yang telah di tetapkan dapat dicapai, masalah masih ada
P: Lanjutkan intervensi untuk memantau status hemodinamik tiap jam, dan berikan pengobatan sesuai dengan advice, pemantauan EKG tiap hari sekali, berikan pendidikan kesehatan kepada klien mengenai penyakit yang sedang di alaminya.
1






2
08.00
1. Membantu klien makan
2. Memberikan obat kepada klien Allupent i tablet, Efedrin 12,5 mg, ISDN 10 mg
3. Memantau Status Hemodinamik
4. Menciptakan hubungan yang asertif selama hubungan dengan klien
2
0815
1. Menganjurkan keluarga untuk memberikan support atau dukungan kepada klien
1
08.40
1. Menciptakan lingkungan yang tenang dengan membatasi pengunjung
2. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan elektrolit
3. Melakukan perekaman EKG 12 lead
2
09.25
1. Mencatat respon klien terhadap penyakitnya
2. Merencanakan kontrak dengan klien untuk melakukan diskusi mengenai penyakitnya
1
10.00
1. Melakukan monitor status hemodinamik
2. Memantau haluaran urine
3. Mengjaki status mental
1
11.00
1. Memantau status hemodinamik
2. Melakukan pengkajian bunyi jantung tambahan
3. Menciptakan hubungan asertif perawat – klien
1
13.00
Memantau status hemodinamik
Menghitung balance cairan




Hari II Sabtu 22 Januari 2006

No DP
Tgl/ Waktu
Tindakan Keperawatan
Evaluasi
1









2
07.25
1. Pemeriksaan fisik
2. Mengkaji dan memantau status hemodinamik
3. Mencatat hasil nadi perifer, kekuatan dan irama
4. Mendengarkan bunyi jantung tambahan
5. Menkaji status metal
6. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik
S : Klien mengatakan masih terasa lemas, gemetar
O : TD : 173/53 mmHg, HR : 45 x/menit, MAP : 79, RR : 20 x/menit, balanca cairan + 35,8 cc; GCS E4M6V5, kesadaran komposmentis, Nadi teraba kuat di radial, masih ditemukan adanya blok AV pada hasil perekaman EKG, akral hangat, capillary reffil kurang dari 2 detik.
A: Tujuan yang telah di tetapkan dapat dicapai, masalah masih ada, baik masalah kecemasan klien maupun perubahan curah jantung
P: Lanjutkan intervensi untuk memantau status hemodinamik tiap jam, dan berikan pengobatan sesuai dengan advice, pemantauan EKG tiap hari sekali.
1










2
08.00
1. Menganjurkan keluarga untuk membantu klien makan
2. Mancatat pemasukan makanan klien
3. Memberikan obat kepada klien Allupent 1 tablet, Efedrin 12,5 mg, ISDN 10 mg
5. Memantau Status Hemodinamik
6. Menciptakan hubungan yang asertif selama hubungan dengan klien
1

2
09.00
1. Memantau status hemodinamik klien
2. Mendiskusikan kepada klien dan keluarga mengenai perkembangan kondisi klien
1
09.15
1. Melakukan perekaman EKG 12 lead
2
09.25
1. Mencatat respon klien terhadap penyakitnya
1
10.00
1. Melakukan monitor status hemodinamik
4. Memantau haluaran urine
5. Mengkaji status mental
1
11.00
4. Memantau status hemodinamik
5. Melakukan pengkajian bunyi jantung tambahan
6. Menciptakan hubungan asertif perawat – klien
1
13.00
Memantau status hemodinamik
Menghitung balance cairan




















DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall., Buku saku diagnosa keperawatan; editor edisi bahasa indonesia, Monica Ester. –Ed. 8. –Jakarta : EGC, 2000.
Doenges, Marylin E., Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. Jakarta : EGC, 1999
-----------------------------., Advanced trauma life support : Komisi Trauma IKABI, 1997
Hudak, carolyn M., Keperawatan kritis: pendekatan holistik; alih bahasa, Allenidekania, Betty Susanto, Tesea, yasmin Asih; editor, Monica Ester. –Jakarta : EGC, 1997.
Price, Sylvia Anderson., Patofisiologi; konsep klinis proses-proses penyakit; alih bahasa, Peter Anugerah; editor, Caroline Wijaya. –Ed. 4. –Jakarta : EGC, 1995.
Staf pengajar bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI, Penatalaksanaan pasien di intensive care unit; editor Muhardi Muhiman. –Jakarta : FKUI
Smeltzer, Suzanne C., Buku ajar; keperawatan medikal-bedah brunner & suddart; editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Ellen Panggabean. –Ed. 8. –Jakarta : EGC, 2001.

PENGELOLAAN PENYULIT JALAN NAPAS

PENGELOLAAN PENYULIT JALAN NAFAS

Rencana Tindakan untuk
Masalah-Masalah Jalan Nafas dari Kematian
Oleh Tom Trimble, RN CEN


Apa di harapkan artikel ini : pembaca adalah tenaga kesehatan profesional dengan tanggungjawab untuk merawat atau menangani pengelolaann jalan nafas pada situasi-situasi darurat dan mempunyai sertifikat ACLS/PALS dan pengalaman pada penggunaan rangkaian obat daya kerja cepat- untuk bantuan intubasi dan Manuver Sellick’s pada tekanan cricoid.

Apa yang akan di bahas dalam artikel ini : membantu perawat gawat darurat untuk siap mengatasi kejadian penyulit dan kejadian-kejadian buruk, untuk memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, dan untuk membantu perawat lebih akrab dengan penggunaan tekhnik-tekhnik umum yang sesuai dengan kejadian tertentu.

N.B. : artikel ini diterbitkan sebagai sebuah didkusi dari latihan lanjutan(advance) pada strategi pengelolaan jalan nafas. Untuk penyulit-penyulit dan situasi yang sangat berbahaya pada jalan nafas dengan kemungkinan besar hasil yang buruk dan para ahli mungkin beralasan tidak setuju atau mempunyai pendapat sendiri tentang pendekatan berbeda yang berdasarkan pada pengalaman mereka, pelatihan, keahlian dan tingkat kepercayaan. Dalam hal ini tidak semua aspek di diskusikan secara komprehensif mengenai pengelolaan jalan nafas atau perawatan pasien jalan nafas buatan. Tujuan dari artikel ini adalah untuk mendukung pemikiran dan perencanaan pada beberapa situasi sebelum terjadi. PENOLAKAN kami secara lengkap dan spesifik berlaku untuk semua bagian dari artikel ini.





Siapa?: “Siapa yang akan anda hubungi ?”
Siapa yang akan menangani pengelolaan jalan nafas dan ventilasi manual sampai ”pengelola jalan nafas” tiba?

Siapa yang menangani intubasi / jalan nafas? Apakah orang tersebut secara fisik berada di ruang gawat darurat setiap saat? Apakah ada ahli anestesi yang siap di panggil? Orang lain?

Apakah kebanyakan tindakan intubasi dilakukan oleh dokter IGD , tenaga medis di lapangan, dan ahli anestesi untuk kasuk-kasus sulit?

Apakah anda pelajar dengan fasilitas sekolah yang petugasnya dilatih untuk melakukan intubasi di bawah pengawasan?

Berapa banyak penyulit-penyulit intubasi yang telah di tangani oleh petugas intubasi(intubator) anda, seberapa ahli mereka dalam penerapan teknik alternative?

Siapa ”dokter bedah jalan nafas?” (berapa kali mereka melakukannya? Apakah anda mempunyai persediaan set peralatan yang seharusnya mereka gunakan?)

Apakah nomor penyerata/pager atau nomor panggilnya dapat di ingat?

Apa?:
Peralatan Cadangan : peralatan apa yang sebenarnya tresedia dan siap untuk mengatasi penyulit-penyulit intubasi? Kapan alat tersebut terakhir di cek dan di tes? Apakah alat-alat tersebut siap pakai? Siapa yang bertanggung jawab terhadap alat-alat tersebut?

Membutuh semuakan prosedur pengendalian jalan nafas :
Rangkaian obat daya kerja cepat-obat untuk bantuan intubasi?
(---apakah mereka(obat) ada di ruangan? ---atau di ”tempat penyimpanan obat gol.narcotis(narcs)” atau pendingin?
Endotrol® Pipa Trakhea dengan Ujung Pengatur?
Oxymetri nadi
Peralatan Penelusur Intubasi Esofagus
Capnograph? Dan/atau Capnometry
BAAM® ”Monitor Penanda Aliran Udara Jalan Nafas” atau Monitor Peluit ballistik jalan nafas?
Peralatan anestesi?
Apakah ventilator tersedia?

Jalan Masuk Pembedahan Jalan Nafas :
Peralatan Kateter Ventilasi Perkutan menembus(Trans)-Trakea?
Peralatan Cricothyrotomy?
Peralatan dan Pipa Trakheostomy?

Ketakutan dan Kegagalan { Nilai penting } :
”tidak ada yang perlu di takuti kecuali rasa takut itu sendiri”

Kebanyakan masalah jalan nafas, bahkan yang ekstrem, dapat berhasil dengan rangkaian hitungan beberapa langkah.

Yang terbaik yang bisa di lakukan, pada keadaan itu, adalah yang terbaik yang telah di lakukan.

Jika bantuan bisa di panggil, lakukan segera sebelum situasi sama sekali memburuk.

Bahkan sebuah bagian kecil jalan nafas mungkin cukup untuk mencegah kematian cerebral sampai bantuan datang.

Kembali pada metode sederhana jika ada kesempatan

Bahkan rencana yang sederhana dapat berhasil jika dilaksanakan berurutan dengan pasti.

Gunakan metode apapun dengan keyakinan dan pengalaman, belum, jika di butuhkan, ikuti metode yang sepertinya dapat di terapkan meskipun hanya pengetahuan dari buku tanpa adanya pengalaman.


Kegawatan Klinis Jalan Nafas
Trismus :
Trismus hipoksic harus di berikan dengan kuat ventilasi buatan menggunakan masker

Siapkan NeuroMuskularBlokade atau intubasi Nasal

Pembukaan mulut yang terbatas mungkin memerlukan penggunaan posisi rendah bilah lurus, lampu tangan atau nasal intubasi

Penyempitan laring(Laringospasm) :

Mungkin berhubungan dengan ketidakadequat-an obat penenang/anestesi lokal/ Rangkaian obat daya kerja cepat-untuk bantuan intubasi, benda asing pada pita suara, pengaruh obat atau idiosincratic/ reaksi anafilaktik. Pindahkan dengan cepat melalui percobaan ventilasi manual tekanan tinggi, kelumpuhan dengan neuromuscular bloker, atau cricothyrotomy.



Emesis Besar/Perdarahan :

PENCEGAHAN dengan anggapan ”perut penuh”, Sellick Manuver dari tekanan Cricoid, jika secara spontan dapat bernafas ANJURKAN UNTUK MELAKUKAN VENTILASI SENDIRI jika pernafasan adequate (atau ventilasi manual ringan dengan Sellick’s) untuk pre-oksigenasi sementara menyiapkan rangkaian obat daya kerja cepat-untuk bantuan intubasi. Bantu pertahankan jalan nafas yang BAIK melalui fase exhalasi sebaik fase inhalasi dan cegah berlebihnya ”kecepatan” atau ”tinggi” puncak tekanan jalan nafas” SEMUA untuk mengurangi kemungkinan insuflasi(tiupan udara)lambung dan peningkatan resiko regurgitasi atau aspirasi.

Posisi trandelenburg

Suction luas

Pengurangan tekanan lambung: NGT

Peniupan-dengan O2 untuk pernafasan pasien sementara suction untuk mengurangi desaturasi

Pack kassa gulung mulut untuk luka pipi dan wajah

Kain kassa pada ”spatula” klem atau gunakan spatula vaginal panjang

Jika muntah, pertimbangkan EGTA atau penghambat lain pada kontaminasi lanjutan, seka dan suction, lakukan intubasi trakea ”sekitar” pipa esofagus, lalu ikuti dengan suction dan pengurangan tekanan lambung

Jika perdarahan pada jalan nafas, pertahanan tekanan darah dengan cairan hanya untuk meminimalkan tingkat yang dapat diterima sampai hemostasis tercapai pada ruang operasi atau perkiraan kejadian perdarahan ulang pada tindakan bronchoscopy.


Mungkin di perlukan bantuan untuk menekan dada dengan lembut untuk menghasilkan ekspirasi pasif yang mungkin akan menunjukkan gelembung-gelembung pada akumulasi cairan supra-glotic menunjukkan lokasi trakea.

Kerusakan Wajah/ Trauma {fracas du visage}

Klip, jaringan, atau safety-pin untuk menarik keluar lidah ke depan mungkin di butuhkan jika keseimbangan rahang hilang.

Bantu untuk menyokong rahang dan wajah, dan secara manual menyeimbangkan leher pada posisi netral.

Suction. Suction-banyak dengan menyentuh gigi di anjurkan untuk ujung lidah Yankauer dimana lebih di pilih daripada suction kateter sampai jalan nafas yang pasti dapat dicapai. Gunakan pipa suction terbuka jika di perlukan.

Crichotirothomy seharusnya di persiapkan bersamaan jika orotrakheal intubasi tidak dapat kerjakan.

Rahang pendek:

Ventilasi masker mungkin memerlukan pengangkatan rahang(triple manuver jalan nafas), gunakan kedua tangan untuk menahan masker, atau memastikan dengan baik segel manset dari masker pada wajah. Tekanan cricoid mungkin membantu menggambarkan pita suara. Mungkin di butuhkan bilah lurus atau pendek hanya untuk mengangkat rahang. Kekakuan sebuah ”tongkat-hokky” dari tube pada stylet mungkin di butuhkan untuk membantu untuk memasuki larynx. Intubasi yang menembus dengan penerangan(transilluminated) mungkin bekerja dengan baik. Masker laring jalan nafas.


Rahang Kaku (atau pembukaan rahang terbatas)
Saat mempertahankan rahang kaku yang tertutup pertahankan arsitektur anatomis pada hubungan struktural(sebaiknya), jika intubasi nasal tidak dapat di capai dengan cepat ---lalu cricothyrotomy, dimana seharusnya disiapkan bersamaan, seharusnya dilaksanakan.

Ventilasi masker yang baik mungkin tepat untuk procedur singkat tapi bukan sebagai pengganti untuk kepatenan jalan nafas.

Muntah yang berlebihan pada kejadian rahang kaku (atau trismus) adalah bencana yang tergantung pada pemberian posisi, sentuhan lidah atau suction tube karet(hose) melewati para-bucally dan posterior pada geraham paling belakang mungkin membantu. Klem harus selalu ada di sisi tempat tidur atau di tempat tidur/tubuh pasien.

Total Ortopnea & Terjaga (pasien tidak akan tahan dengan posisi supinasi)

Oksigenasi awal pada 100% saturasi oksigen X 3-5 menit untuk pengeluaran nitrogen.

Rangkaian obat daya kerja cepat membantu intubasi dan orotrakheal intubasi, jika besar kesempatan dari keberhasilan intubasi dan pasien di berikan ventilasi manual jika di baringkan untuk intubasi supinasi.

Terjaga/sadar-Nasal Intubasi(setelah anestesi topikal adequate dan siap) pertahankan kemampuan bernafas spontan pasien seharusnya di rencanakan jika di ragukan kemampuan untuk melakukan intubasi, atau jika pasien ada pada resiko tinggi dengan posisi supinasi terkait dengan kegemukan atau sekresi.

Jika diperlukan untuk mengintubasi pasein dengan posisi tegak lurus(terduduk), contoh terkait adalah adanya edema pulmonary atau obesitas, pada kondisi ini mungkin di perlukan untuk berdiri di atas ”gurney” untuk melakukan laringoskopy secara langsung dan melalui saluran secara orotrakheal atau nasotrakheal dengan forcep Magill.

Larutan nebulizer 4% lidokain topikal(4ml=160mg) menggunakan masker aerosol dapat menimbulkan anestesi topikal pada jalan nafas, menekan batuk dan sedikit peningkatan pada tekanan intra kranial akibat efek keracunan dari larutan tersebut. Seorang dokter yang berpengalaman pada pembiusan syaraf seharusnya dapat melakukan pembiusan regional pada jalan nafas.

Pertimbangkan penggunaan Ketamine. Merupakan dissociative sedatif, analgetik dan amnestic, dimana juga bekerja sebagai bronchodilator, merangsang refleks jalan nafas dan usaha nafas.

Intubasi digital atau transiluminasi digital: jika pasien terjebak di dalam kendaraan atau gua-di dalam / terkubur timbunan material seperti biji padi, salju, pasir, tekhnik-tekhnik ini dapat di gunakan pada pasien dengan jalan masuk untuk melakukan intubasi terbatas. Jika pasien sadar tapi mendapatkan anestesi lokal pada jalan nafas atau pembiusan, mungkin dengan sedikit sedasi, selang/tube dapat di masukkan dengan bantuan rabaan, transiluminasi dengan stik lampu atau elastic gum bougie, atau melalui masker laringeal airway. Tube kombinasi(Combitube) mungkin berguna untuk menstabilkan kondisi pasien sampai di dapatkan jalan nafas optimal yang lebih baik.

Serat optik(Fiber-optik) laryngoskop(tapi mungkin menggunakan tube kecil yang dapat meningkatkan resistensi jalan nafas)







Pasien-Pasien Tidak Sadar yang Duduk Terjebak di dalam Mobil

Intubasi laringoscopy dari depan: ”tekniknya sangat mudah. Minta bantuan seseorang untuk mempertahankan/menjaga pergerakan tulang cervikal(collar neck/bull neck bisa digunakan maupun tidak). Berikan oksigen dalam jumlah besar, lalu gunakan ”Mac Just Hook” pada mulut dan tekan ke depan. Lihat ke dalam.
Orang yang memegang tulang cervikal harus berpengalaman dan tahu apa yang sedang di lakukannya. Harus berhati-hati agar tidak bergerak. Jika dilakukan dengan benar, pergerakan satu-satunya adalah pergerakan pada rahang, di mana akan dengan mudah dilakukan penarikan seperti pada jaw thrust”.(William E. Gandy, JD, EMT-P, EMS Profession Program Director, Tyler Junior College, Tyler, TX, personal communication)

Status Asmathicus:

Lihat ” Total Ortopnea & Terjaga” di atas.

Jika diperkirakan akan dijumpai penyulit secara anatomis, siapkan untuk oral atau nasal intubasi dengan pertimbangan Ketamin secara intravena sebagai tindakan cadangan lain, analgetik, amnestic, dengan respon langsung bronchodilator, dan nebulizer 4% topikal lidokain, 4 ml untuk topikal anestesi jalan nafas dan penekanan batuk. Jika nasal intubasi di rencanakan, sambungkan anestesi bag pada Endotrol® ETT untuk mendapatkan oksigenasi yang berkelanjutan selama intubasi dan untuk mengetahui secara cepat aliran volume tidal saat melewati pita suara. Ventilasi: (manual/otomatis) inspirasi perlahan mencegah peningkatan tekanan nafas, sehingga di dapatkan waktu ekspirasi lama yang adequat.





Kegemukan Berat atau Tidak Normal (kegemukan 100%> berat badan ideal):

Sesulit apapun, pasien harus di rawat dengan posisi tegak lurus(duduk) sehingga berat dari isi rongga perut dan aliran darah tidak akan menggangu pergerakkan diagframa. Karena paru tidak mengalami peningkatan kondisi pada kasus obesitas, maka pernafasan mekanik harus di maksimalkan.

Jika pasien harus di posisikan datar, bila memungkinkan, atur posisi pasien pada posisi lateral rekumben kiri/posisi perbaikan (recovery posistion), sehingga meminimalkan tekanan pada diagframa atau vena kava inferior, meminimalkan refluk esofagus dari lambung melalui persimpangan gastroesofagus dan aliran bronkus bagian kanan dan 3 lobus dari paru kanan teratas.

Berikan tambahan oksigen tanpa memperhatikan tingkat saturasi yang ada. Pegang dan sangga kepala dan leher untuk posisi Sniffing terbaik. Pertimbangkan jalan nafas secara nasofaringeal atau intubasi endotrakeal.

Ventilasi masker membutuhkan 1 orang untuk memanipulasi masker, rahang, kepala dan leher menggunakan kedua tangan dan orang lain untuk memijat kantung udara. Bantuan ini berguna pada anestesi bag dengan ukuran yang panjang dan fleksibel atau penempatan selang berkelok antara katup satu arah Laerdal dan pada kantung itu sendiri. ”Seal-Easy” masker dari pernafasan khususnya berguna untuk penyesuaian terhadap penyulit anatomis wajah dan kelembutannya memudahkan penggunaan penuh kedua tangan saat melakukan triple-airway manuver dan mencegah kebocoran.

Fikirkan penggunaan PEEP atau CPAP/Bi-PAPTM, khususnya pada pasien somnolen, untuk membantu mempertahankan alveolus dan terbukanya jaringan lunak jalan nafas. Berat, massa dan adanya jaringan yang tidak di perlukan pada jalan nafas, seperti kebiasaan tubuh(mendengkur) sebagai pendukung terjadinya Obstructive Sleep Apnea dimana CPAP/Bi-PAPTM merupakan perawatan yang penting.

Intubator memerlukan sedikit bantuan pada laringoskopy untuk mempertahankan berat rahang, kepala dan leher. Pemberian posisi yang hati-hati pada posisi sniffing dengan kain dan penyangga mungkin di butuhkan untuk mengangkat trakhea, faring dan mulut.

Pertimbangkan untuk berdiri pada tempat tidur atau pijakan tempat tidur dengan pasien duduk (posisi Fowler Tinggi) dan pemberian intubasi laringoskopi dari depan, sadar, setelah pemberian nebulixer Lidokain atau penggunaan Viscous Lidocaine Swish dengan teliti, berdeguk dan tertelan.
Sementara bilah Machintish lebar membantu lidah berada pada posisi lain dan menjaganya; bilah besar lurus no 4 seperti Miller / wis-Hipple mungkin dapat menjangkau lebih lama, kompresi yang lebih baik pada lidah dan jaringan lunak di atasnya, dan dapat menaha epiglotis.

Cegah neuromuskular blokade dan obat daya kerja cepat-untuk bantuan intubasi jika ada keraguan untuk memberkan ventilasi pada pasien yang apnea. Hilangnya usaha otot dan tonus otot, kekuatan otot mungkin dapat menyebabkan perubahan yang fatal trehadap perifer jalan nafas pada kondisi yang tidak dapat di terima.
Penatalaksanaan jalan nafas pada kegemukan
dari Enw! Artikel
PASIEN UKURAN BESAR-TANTANGAN BESAR PERWATAN

Penatalaksanaan masalah-masalah jalan nafas pada pasien dengan obesitas yang menakutkan. Penyulit intubasi adalah sesuatu yang biasa terjadi, tapi perkiraannya mungkin saja di luar perkiraan yang ada dan intubasi mungkin dilakukan, tapi tidak beragam, mudah dan dapat teratasi. Beberapa faktor meningkatkan resiko dan penyulit dari intubasi dapat terjadi berupa:
· Susun rencana penatalaksanaan jalan nafas saat pertama kali menangani pasien gemuk. Jika penyulit intubasi dapat di atasi atau intubasi diperlukan, siapkan bantuan cadangan.
· Pilih masker yang sesuai dengan anatomi wajah yang tepat dan mudah di pegang oleh penolong.
· Teknik khusus di gunakan pada kondisi meningkatnya jaringan lunak.
· Makroglosia-lidah membesar mungkin membutuhkan bantuan jalan nafas peroral menggunakan ventilasi masker dan menyebabkan laringoskopy tidak jelas.
· Berat kepala menyebabkan pengguanan tenaga lebih selama laringoskopi.
· Head Tilt dan ”Sniffing Position” mungkin memerlukan pengalas di bawah punggung, skapula, dan bahu seperti pada kepala dan leher dalam rangka memberikan ”angkatan” yang tepat dengan kelurusan visual dari perpotongan antara mulut, faring dan trakhea untuk intubasi. Hal ini juga membutuhkan penambahan penggunaan jalan nafas melalui nasofaring atau orofaring pada nafas spontan pasien.
· CPAP(Constant Positive Airway Pressure) mungkin di perlukan menahan dinding jalan nafas dan mencegah terjadinya kolaps selama fase tekanan negatif pernafasan.
· Bi-level ventilasi Non-Invasive mungkin di butuhkan pada permasalahan pernafasan dan jalan nafas.
· Ventilasi masker mungkin membutuhkan 2 orang: satu orang menggunakan 2 tekhnik memegang masker dengan triple airway manuver, peralatan jalan nafas dan CPAP; dengan orang lain untuk menangani pasien dan keefektifan monitor. Kantong ventilasi yang lebih baik adalah ”Jackson-Rees Circuit” anestesia bag, jika penolong mempunyai keahlian menggunakannya. Bagaimanapun juga anestesia bag tergantung pada supply konstan dari tekanan gas, pengisian otomatis katup kantong masker seharusnya selalu di awasi jika tangki persediaan kosong atau kegagalan lain dari supplay tekanan gas.
· Gunakan ukuran orofaring atau nasofaring yang sesuai sebisa mungkin, dan khususnya guakan OPA jika pasien ompong.
· Intubator mungkin lebih nyaman dan digunakan dengan bijaksana jika intubator berpengalaman lain atau ahli anestesi hadir untuk membantu menangani penyulit intubasi jalan nafas.
· Harus mempunyai kemampuan tepat memberikan ventilasi masker, jika intubasi sulit atau tidak mungkin, sebelum sedasi atau hilangnya kelemahan pasien terhadap kemapuan bernafas secara spontan:
-Waspada terhadap situasi ” tidak dapat di ventilasi, tidak dapat di intubasi”
· ”Bull Neck” –pendek, leher tebal membatasi gerak dan memvisualisasikan laring menjadi penyulit intubasi.
· Siapkan pilihan peralatan ”penyelamat” jalan nafas lainnya yang siap di gunakan: contohnya masker laring, (LMA) atau LMA intubasi(Fastrach); elastic gum bougie; stylet berlampu; Combitube esofagus, Serat-Optic Laringoskopi atau Bronchoscopi
· Intubasi yang pertama dilakukan harus oleh orang yang paling berpengalaman, bekerja pada kondisi yang optimal. Tiap percobaan tambahan akan menyebabkan kondisi pelaksanaan laringoskopi yang buruk dengan trauma menelan dan jalan nafas dari penggunaan alat yang berulang.
· Jika percobaan pertama diperkirakan sulit atau laringoskpoi tidak mungkin dilakukan, ubah rencana penyelamatan jalan nafas denga cara lain(jika kondisi pasien kritis), atau lakukan dengan serat optik-intubasi sebelum trauma jalan nafas memperburuk keadaan.
· Serat optik laringoskopi/bronkoskopi mungkin digunakan dengan CPAP dengan endoscopy masker, seperti Patil-Syracuse, dimana dapat dilakukan ventilasi dan endoscopi secara bersamaan melalui jalan masuk yang elastis. Oksigenasi dan CPAP mungkin di kirimkan melalui jalan nafas nasofaring dimana tube penyambung endotrakeal dengan ukuran sama terpasang.
· ”Bull Neck”, edema leher, atau emfysema subkutan mungkin menimbulkan penyulit pada cricothirotomi atau tracheotomi untuk dilihat atau tidak mungkin dilaksanakan.
· Dada lebar mungkin menghalangi pegangan laringoskopi(tersedia handle ukuran setengah )
· Respon terhadap agen perangsang tidak dapat di perkirakan.
· Auskultasi bunyi nafas sulit di dengar.
· Konfirmasi dari intubasi endotrakheal seharusnya terdiri dari 3 metode termasuk capnometry atau capography
· Distress respiratori mengharuskan intubasi “penyadar” menggunakan posisi duduk.
· Pasien gemuk akan mengalami desaturasi oksigen dengan cepat terhubung dengan penurunan kapasitas fungsional cadangan, berat organ dalam perut terhadap diagframa, perubahan pergerakan dan berat dinding dada untuk meningkatkan kerja otot pernafasan tambahan. Semua penyakit serius pada pasien obesitas (dalam kasus darurat) harus mendapatkan tambahan oksigen dengan mengabaikan ruang udara Sp02. Semua pasien obesitas dengan masalah-maslah jalan nafas atau intubasi berikutnya harus mendapat 100% oksigen untuk mendapatkan proses de-nitrogenasi jaringan. Kaji kelemahan otot-otot pernafasan pada pasien, saat pasien menjadi “lebih diam”dan mengantuk--- Hiperkapnea mungkin meningkat!!
· Cricotomy perkutan/bedah trakeostomy mungkin sulit dilakukan terkait dengan jarak antara kulit dan dinding trakhea dan sulit di kenali tanda-tandanya dari luar.
· Jika memungkinkan, seperti prosedur yang seharusnya di tunda untuk di kerjakan pada ruang operasi dan tim, atau dikerjakan dengan serat optik fleksibel bronkoskopi yang bisa memberikan ventilasi pada pasien dan mengkaji ulang penempatan canula trakeostomi pada intratrakheal tanpa salah arah pada jaringan sekitar yang lain.
· Untuk bedah trakeostomi, gunakan pengait kulit untuk “memperhatikan lubang” dengan menahan kartilgo selama tindakan dan memberikan “jahitan menetap” untuk mempertahankan luka pada saat tindakan pemasangan kanula ulang akan petunjuk peringatan perhatian yang tinggi.
· Pemasangan tube dengan posisi ekstensi antara kantong resusitasi dan katup non-respiratory untuk mengintubasi pasien selama perjalanan ke RS sehingga hanya dijumpai sedikit resiko dari extubasi. Perjalanan semacam itu dibutuhkan pada beberapa kesulitan, seperti perlunya “jangkauan” jauh dan membutuhkan banyak orang dalam perjalanan.

Aspirasi Kunyahan Makanan:
Penyulit terbanyak obstruksi “tercekik” mungkin bukan di sebabkan oleh penyebab klasik yang biasa terjadi yaitu ”cafe coronary” oleh potongan steak, ukuran rokok yang di konsumsi yang dapat merangsang Manuver heimlich. Tersedak kacang atau benda lain yang mirip dengan kacang akan sulit untuk di ambil atau di hancurkan.

Jika tidak ada respon pada Manuver Heimlich dan tidak dapat diintubasi, lakukan segera crichotyritomy untuk mengeluarkan sumbatan/obstruksi. Jika benda berada pada intratracheal atau endobronchial dan tidak dapat dilakukan ventilasi pada situasi gawat.

Jika tidak ada kepatenan jalan nafas, konsentrasi tinggi oksigen dan bantuan ringan harus tetap di berikan sampai broncoscopy secara tepat dapat di berikan.

Aspirasi Mekonium:
Cari beberapa ajuran yang di dapat pada ruang melahiran dan persalinan: ---sesuai Literatur!! Padukan dengan kasus “Mec-Asp(aspirasi mekonium)” pada bayi. Peluit dari plastik-selang endotracheal berlubang di gunakan untuk memberikan suction pada jalan nafas secara langsung dengan tube “besar” yang lalu turun pada garis suction dan dengan segera di hubungkan dengan oksigen/ventilasi yang sering di gunakan. BUKAN cara yang buruk jika di terapkan pada pasien dewasa..







Seratoptik
Serat optik laringoskopi sering membantu kesulitan intubasi yang terjadi akibat penyulit anatomis.

Bagaimanapun juga, batasan-batasan termasuk tidak adanya dan miskinnya pemanfaatan departeman gawat darurat; harga; saluran suction yang terlalu kecil atau tidak cocok dengan jumlah darah yang banyak, sekresi, muntahan; rapuh; dan kesulitan menggunakan ETT besar; dan tingkat profesional dan pengalaman para praktisi.

Bagaimanapun juga, seorang dokter IGD seharusnya tahu kapan dan oleh siapa hal ini dapat dilakukan saat kejadia.

Leher Kaku:

Mungkin membutuhkan metode tidak langsung: seperti

Awake Nasal ETT Update Recovered from Archieved Source,
Endotrol
Intubasi Digital
Light Wand
Retrogard Wire/catheter Guided Intubation
Peralatan khusus seperti Huffman Prism atau Mirror Blade lebih disukai untuk di pakai, tapi mungkin digunakan pada ruang kerja anestesi atau ENT.
Seratoptik laryngoscopi

Pertimbangkan pilihan lain untuk menciptakan jalan nafas Combi-Tube, PTL, atau LMA






Pembatasan Gerak Leher (perpaduan-fusion/spondilolithesis/HALO/SOMI):

Mungkin membutuhkan metode-metode tidak langsung:

Awake Nasal ETT Update Recovered from Archieved Source,
Endotrol
Intubasi Digital
Light Wand
Retrogard Wire/catheter Guided Intubation
Kateter Ventilasi Transtrakeal Perkutan
Seratoptik laryngoscopi

Menggantung:

“Injuri cervikal-spine jarang dijumpai pada korban menggantung bukan kasus hukum diketahui paramedis dan di antar pada dokter gawat darurat. Hipoksia cerebral, melebihi cedera tulang belakang, adalah kemungkinan penyebab dari kematian dan seharusnya menjadi perhatian pada pasien dalam populasi kasus ini. Stabilisasi lanjutan external pada leher, hidung atau intubasi mulut-endotrakhea, ketika diketahui, adalah prosedur yang tepat untuk penanganan darurat jalan nafas pada korban menggantung.
[“Penanganan Kedaruratan Jalan Nafas pada Korban Menggantung” Tom Aufderheide, MD FACEP, Charles Aprahamian, MD FACS,et al]

Letupan Karotid!:
Perdarahan trakhea dari pembuluh darah besar pada pasien dengan leher yang teriritasi akibat laringotomy dengan riwayat pembedahan tertutup. Hal ini membutuhkan pemberian aliran tinggi oksigen, suction kuat, penempatan tube endotrakeal per stoma yang dalam, dekat dengan karina, untuk melindungi jalan nafas bagian bawah dan mendapatkan tekanan darah yang rendah yang mencukupi perfusi untuk pasien tapi tidak merangsang perdarahan berlebih. Keseimbangan harus di perbaiki di ruang operasi untuk kasus seperti ini.


Pasien Berada di Lantai

Penanganan dasar jalan nafas di Rumah Sakit kebanyakan, terbiasa menangani pasien di tempat tidur atau di meja.

Jika pasien berada di lantai, sering di jumpai paramedis, rumah sakit-provider dasar, mungkin memiliki sedikit pengalaman untuk memandu mereka, khususnya jika tidak ada tenaga manusia yang mampu mengangkat pasien atau jika kepala pasien terlalu dekat dengan dinding.

Intubator dalam posisi pronasi menghadapi kepala pasien dengan posisi supinasi dan bekerja dengan satu bahu mungkin mendapati masalah pengangkatan berat. Kadang-kadang, penyelamat lain mungkin akan mengangkat laringoskopi dan rahang untuknya.

Jika berlutut, intubator mengangkat kepala dan rahang dengan laringoskpoi, mungkin membutuhkan bersandar ke belakang untuk mendapatkan pandangan yang tepat pada semua bagian jalan nafas.

Intubator berbaring dengan posisi supinasi di samping pasien mungkin akan memudahkan mendapat gambaran dan acces pada kondisi pasien.
Posisi dekubitus lateral kiri untuk intubator diketahui sebagai posisi yang lebih baik dari berlutut(Adnet)

Sesekali, diperlukan untuk melakukan laryngoskopi dari posisi anterior wajah pasien dan mengangkat rahang dan melihat laring dengan menarik laringoskop pada arah yang diinginkan(keluar dan ke bawah jika pasien tegak lurus(terduduk).
Peralatan suction:

Kami mempercayakan, di rumah sakit, tersedia “dinding suction”. Apakah tersedia peralatan suction portabel untuk transportasi pasien dalam rumah sakit? Updated URL Recovered from Archived Source

Apakah tersedia peralatan suction manual yang bisa di gunakan pada ruang depan atau area parkir atau saat kerusakan pipa gas dan alat vacum ketika terjadi bencana?

Hempasan/ Kebocoran Cuff atau Garis Pemotongan:

Manuver Sellick’s dengan segera dari tekanan Cricoid

Jika situasi tidak stabil: gunakan suntikan dan jarum untuk meningkatkan garis panduan dan jepitan di bawah jarum; jangan gunakan ketajaman. Jarum tumpul yang digunakan untuk hal ini. Pilihan lain, masukkan dan jepit canula intravena ke dalam lumen dari garis petunjuk sebagai usaha perbaikan sementara, gunakan tutup jarum iv atau stopkock untuk menyegel ujungnya. Monitor pasien untuk pengulangan kehilangan tekanan darah dan kebocoran jalan nafas.
Penggantian selang dapat dilakukan setelah situasi stabil.

Penurunan Cuff pada Selang Trakhea
Jika Cuff mengalami penurunan dalam jumlah besar melebihi selang trakhea (ETT atau tracheostomy) hal ini dapat menyebabkan kemacetan pada selang. (hal ini merupakan masalah yang umum dimana desain untuk orang dewasa dengan cuff lebih mudah di lepas daripada selang modern dengan cuff terpisah. Dapat terjada pula saat selang trakheostomy besi di gunakan bersama dengan cuff yang membengkak). Akan sangat sulit memasukkan kateter suction melewati obstruksi. Segera kempeskan cuff untuk membebaskan sedikit jalan nafas. Ganti selang ”melewati” selang Cook Exchanger atau dengan menggunakan uretral stent. Sediakan selang yang lebih kecil jika terjadi pembengkakan dari menipulasi.

Jika obstruksi tidak dapat di bersihkan dengan cara ini, extubasi cepat dengan menekan cricoid, ventilasi masker untuk saturasi yang baik dan intubasi ulang.





Digital:

Teknik/metode klasik sebelum penemuan laringoskopi dengan bantuan cahaya.

Teknik taktil dengan memasukkan tangan non-dominan yang menggunakan sarung tangan dobel ke dalam mulut, sementara menghadapi pasien dari ujung kaki dan “menjalankan” jari menuju lidah, kemudian menariknya bersama rahang ke depan.

Saat epiglotis bisa di tarik ke depan oleh ujung jari tengan atau jari manis, ETT di masukkan ke dalam mulut dari samping oleh tangan dominan dan selang dimasukkan dibawah-sepanjang jari tengah. Ujung selang bisa di pantulkan dan di “besarkan” ke arah anterior dengan menggunakan ujung jari sebagai petunjuk arah, ke arah pembukaan trakheal dan ke depan di antara pita suara. Hati-hati saat memasangnya.

Sepanjang pasien bebas dari reflek gag(tersedak) untuk mengurangi resiko tergigit, tidak diperlukan peralatan lain kecuali selang dengan ukuran yang tepat dan keinginan dan kemampuan unuk menggunakannya.

Penggunaan posisi yang janggal digunakan pada psien dengan posisi tegak lurus(terduduk) atau kecelakaan mobil.

Senter Tongkat (Light Wand):
Waspadai terhadap transilluminasi pada jaringan lunak leher dengan cahaya yang sangat terang pada ujung distal ETT yang di gunakan pada stilet lunak. Setelah light wand melewati mulut, pastikan pola pencahayaan dan penerangan (saat transiluminasi dilakukan) pada area pipi. Dimana seharusnya sama seperti yang terlihat saat pemasangan endotracheal.

Kadang penerangan ruangan mungkin perlu di tambah atau (jika di luar ruangan atau jika tidak dapat mengendalikan level penerangan) kain penutup diletakkan diantara kepala intubator dan kepala pasien.
Untuk menjaga cahaya langsung ke depan dan tengah yang dapat membantu keberhasilan intubasi.

Jika penerangan di sisi lain lebih terang dan sisi lainnya tidak ada penerangan atau terjadinya Piriform Fossa.

Jika penerangan secara keseluruhan dan pada pertengahan, pemasangan dilakukan pada esofagus.

Jika penerangan anterior dan terpusat, di lakukan pada tracheal

Ventilasi Kateter Trachea Melalui Perkutan
Ventilasi Kateter Trachea Melalui Perkutan Dapat Mempertahankan Hidup dan tekanan positif gas sisa pembakaran (CO2) melalui jalan nafas atas dapat meminimalkan aspirasi, dengan penerangan membantu melihat pembukaan Glotis untuk intubasi orotracheal lebih lanjut. Area membran cricothyroid segera di bersihkan dengan desinfectan. Suntikan 10 ml berisi 2 ml lidokain “topikal” 4% di berikan pada intravena canula (ukuran 10, 12, 14, atau 16 X 2-3 inchi) dan membran di tusuk pada posisi 45 derajat ke arah cauda, aspirasi udara bebas dengan lembut untuk mempertegas posisi trakhea.