Minggu, 12 Juli 2009

INTOKSIKASI MINYAK TANAH

ASPIRASI PNEUMONIA
KAUSA INTOKSIKASI MINYAK TANAH

Pengertian :
Aspirasi pneumonia adalah radang parenkim paru, karena masuknya benda asing/ aspirasi isi lambung. Sebagian bersifat kimia, akibat reaksi terhadap asam lambung dan sebagaian bacterial akibat organisme yang mendiami mulut dan lambung.
Aspirasi isi lambung dalam jumlah sedikit dapat mengakibatkan edema paru yang menyebar luas dan kegagalan pernafasan.
Minyak tanah dapat menimbulkan keracunan bila terminum manusia dan bila diaspirasi kedalam paru dapat menyebabkan keracunan akut, perdarahan dan bronkopneumonia yang akhirnya menyebabkan kematian.

Laporan kasus :
I. Pengkajian : tanggal 17 – 10 – 2001
Jam : 14.30 WIB

IDENTITAS :
Anak AND, laki-laki, 14 bulan, anak I, No CM : 10054458, Diagnosa Medis : Aspirasi pneumonia, causa Intoksikasi Minyak Tanah, Ddirawat di UPI R. Anak RSUD. Dr. Soetomo Surabaya sejak tanggal 16 Oktober 2001 jam 18.45 WIB.

R.K.S
· Awal kejadian, pagi 16 Oktober 2001 klien ditinggal kedua orang tuanya, bersama neneknya di rumah. Saat nenek berada didepan rumah, klein jalan sendiri ke dapur lalu minum minyak tanah yang ada di botol aqua, waktu dan jumlah yang dimunum tidak diketahui persis.
· Klien sempat diberi minum air oleh neneknya, lalu dibawa ke RSU Sampang.
· Di RSU Sampang klien sempat dikumbah lambung dan klien sempat tidak sadar sampai ke palabuhan Kamal.
· Klien dikirim ke RSUD. Dr. Soetomo Surabaya
INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan 1 :
Gangguan pertukaran gas berhubungan edema paru
1. Mengobservasi VS : N, S, T, P
2. Memberikan injeksi :
· Cefotaxim 300 mg/I.V
· Cloxacillin 150 mg/I.V
· Kalmethason 3 mg/I.V
3. Melanjutkan terapi O2 : 2 leter/menit via kanule, masker : 10 Liter/menit, ambu bag
4. Mengobservasi posisi dan tetesan infus D10¼Saline 900 cc/24 jam
5. Monitor dan menganalisa AGD
6. Mengatakan kepada orang tua klien bahwa anaknya masih puasa
7. Melakukan bantuan nafas (ambu bag) dan pijat jantung luar
8. Memberikan injeksi adrenalin 1 : 10.000 IU/I.V

INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan 2 :
Intolenransi aktifitas berhubunan dengan ketidak seimbangan suplai O2
1. Membatasi pengunjung selama klien kritis
2. Kalau ada keluarga yang bezuk
3. Menjelaskan kepada ibu klien dan neneknya tentang pentingnya keseimbangan istrahat dan aktifitas bagi klien
4. Membantu klien memilih posisi nyaman untuk istirahat
5. Mengevaluasi respon klien terhadap aktifitas ringan

JANUR COLLECTION'S: COMBUSTIO

JANUR COLLECTION'S: COMBUSTIO

ASFIKSIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam dua dekade terakhir ini, kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran telah banyak berperan dalam menurunkan angka kematian dan kesakitan neonatal. Demikian pula kejadian asfiksia neonatus mengalami perubahan dalam pengelolaan secara nyata. Walaupun demikian perubahan ini tampaknya belum dapat memecahkan masalah asfiksia secara tuntas, karena masih sangat berpengaruh terhadap kualitas bayi dikemudian hari, karena itu perlu pemantauan jangka panjang baik dari segi fisik / neurologik, maupun segi kongnitif yang tinggi, termasuk kebutuhan oksigen oleh bayi.
Pada saat bayi dalam kandungan kebutuhan oksigen dipenuhi dari ibu melaluai sirkulasi darah dari plasenta, namun begitu bayi lahir bayi harus dapat menghasilkan sendiri oksigen melalui pernafasan. Pernafasan pertama sangat menentukan karena oksigen sangat dibutuhkan oleh organ vital seperti otak, jantung, paru dan ginjal, sehingga bayi dapat melangsungkan kehidupannya. Apabila bayi tidak menangis pada saat lahir disebut asfiksia, dan ini berarti bayi gagal bernafas secara spontan.
Asfiksia adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transpor O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2. Keadaan ini disertai dengan asidosis, hiperkapnia dan hipoksia. Nilai APGAR yang rendah sebagai manifestasi pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi. Hipoksia yang terdapat pada neonatus asfiksia merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ektra uterin, disamping itu juga didapatkan bahwa sindroma gangguan nafas, infeksi dan kejang merupakan keadaan yang sering terjadi pada neonatus dengan asfiksia. Berdasarkan penelitian dan pengalaman klinis menunjukkan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir adalah asfiksia.
Angka kematian tertinggi terjadi selama 24 jam pertama masa kehidupan neonatus, pada masa ini terjadi sekitar 40 % dari seluruh kematian dibawah usia satu tahun. Dalam dua dekade terakir ini, angka kesakitan dan kematian pada neonatus mulai menurun, perubahan tersebut tampak pada asfiksia neonatorum. Meskipun demikian perubahan ini nampaknya belum dapat memecahkan permasalahan asfiksia, karena asfiksia ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembamgan di kemudian hari. Sehingga di sini diperlukan pemantauan jangka panjang dengan menstimulasi mental secara dini dan memeriksanya dengan DDST.
Apabila penanganan asfiksia tidak efektif atau tidak sempurna maka akibatnya akan lebih buruk dan kemungkinan timbul sekuele. Tindakan yang ditujukan / diberikan kepada neonatus bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mencegah gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk itu diagnosis dini dan antisipasi penderita asfiksia mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaannya, sehingga bayi mendapatkan penatalaksanaan dan perawatan yang betul, cepat dan adekuat.
Untuk mencegah / menurunkan kejadian asfiksia, petugas kesehatan sangatlah penting peranannya, yaitu bertanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan kepada para ibu-ibu yang sedang mengandung untuk selalu menjaga kehamilannya dan diajarkan cara untuk mendeteksi secara dini kelainan-kelainan yang ada, sehingga apabila terdapat masalah dapat cepat diatasi. Oleh karena pentingnya pengelolaan terhadap asfiksia sehingga penulis perlu memahami bagaimana penatalaksanaan pasien dengan asfiksia
Kebutuhan nutrisi bayi hanya berasal dari cairan. Mengingat 60 % tubuh terdiri dari cairan, sehingga apabila terjadi ketidak seimbangan pada cairan maka akibatnya akan menganggu perfusi jaringan. Begitu pentingnya cairan tubuh pada bayi maka memerlukan pemantauan yang intensif terhadap cairan tubuh, Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa perlu untuk mempelajari jauh tentang cairan pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia.




B. Tujuan
1.Tujuan umum
Setelah menyelesaikan kontrak belajar, mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Asfiksia

2.Tujuan khusus
Setelah menyelesaikan kontrak belajar ini
§ Saya mampu menjelaskan tujuan pemberian cairan untuk bayi baru lahir dengan asfiksia.
§ Saya mampu menjelaskan keuntungan dan kerugian therapy cairan untuk pasien asfiksia
§ Saya mampu menjelaskan peran perawat terhadap therapy cairan pada bayi dengan Asfiksia.
§ Saya mampu menjelaskan teknik pemasangan infuse.
§ Saya mampu melakukan fiksasi/mempertahankan kepatenan IV kateter kepada bayi asfiksia.
§ Saya mampu memberikan cairan dengan menggunakan NGT.
§ Saya mampu menjelaskan komplikasi therapy cairan intra vena
§ Saya mampu menghitung jumlah kebutuhan cairan untuk bayi asfiksia
§ Saya mampu memberikan macam cairan yang diperlukan untuk bayi baru lahir.















BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Pengertian
Menurut Hanifa Wiknjosastro (2002) asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2 (A.H Markum, 2002).

B. Etiologi
Etiologi secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
1. Faktor ibu
§ Hipoksi ibu, oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, tekanan darah ibu yang rendah.
§ Penyakit pembuluh darah yang menganggu aliran darah uterus, kompresi vena kava dan aorta saat hamil, gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak akibat perdarahan, hipertensi pada penyakit eklampsia.
§ Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
§ Gravida empat atau lebih
§ Sosial ekonomi rendah
2. Faktor plasenta
§ Plasenta tipis
§ Plasenta kecil
§ Plasenta tak menempel
§ Solusio plasenta
§ Perdarahan plasenta
3. Faktor janin / neonatus
§ Kompresi umbilikus
§ Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
§ Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
§ Prematur
§ Gemeli
§ Kelainan congenital
§ Pemakaian obat anestesi
§ Trauma yang terjadi akibat persalinan
4. Faktor persalinan
§ Partus lama
§ Partus tindakan

C. Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukkan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode apnoe yang kedua., dan ditemukan pula bradikardia dan penurunan tekanan darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

D. PATHWAYS

E. Manifestasi klinik
1. Pernafasan cuping hidung
2. Pernafasan cepat
3. Tidak bernafas
4. Nadi cepat
5. Cyanosis
6. Nilai APGAR kurang dari 6

Untuk menilai tingkat asfiksia: asfiksia berat, sedang atau ringan bahkan normal dapat dipakai penilaian dengan APGAR score sebagaimana tertera pada table berikut.

Tabel untuk menentukan tingkat/ derajat asfiksia yang dialami bayi

TANDA
0
1
2
Warna Kulit
Pucat kebiruan
Tubuh kemerahan ektremitas biru
Seluruh tubuh kemerahan
Denyut Nadi
Tidak teraba
Kurang dari 100
Lebih dari 100
Refleks
Tidak ada
Gerakan sedikit
Menangis
Tonus Otot
Tidak ada gerakan
Gerakan fleksi pada ektremitas
Bergerak aktif

Pernafasan
Tidak ada
Lambat tidak teratur
Menangis kuat/ keras

Klasifikasi klinik nilai APGAR:

1. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikalis.

2. Asfeksia sedang (nilai APGAR 4-6).
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.

3. Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).

4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 )
2. Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan reflek)
3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi
4. Pengkajian spesifik

Gradasi Hipoksi Iskemia Ensepalopati pada bayi

Tanda klinis
Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3

Tingkat kesadaran
Iritabel
Letargi
Stupor, koma
Tonus otot
Normal
Hipotonus
Flaksit
Postur
Normal
Fleksi
Deserebrasi
Reflek tendon / klonus
Hiperaktif
Hiperaktif
Tidak ada

Reflek Moro
Kuat
Lemah
Tidak ada
Pupil
Medriasis
Miosis
Tidak bereflek cahaya
Kejang
Tidak ada
Sering terjadi
Deserebrasi
EEG
Normal
Voltase rendah, berubah dengan kejang
Isoelektrik


Durasi
<24 jam
24jam - 14 hari
Beberapa minggu
Hasil akhir
Baik
Bervariasi
Kematian berat


G. Penatalaksanaan
Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari.Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.
Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa:
1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, pertumbuhan homeostasis yang timbul makin berat. Resusitasi akan semakin sulit dan kemungkinan timbulnya sekuele akan meningkat
2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/ hipoksia antenatal tidak dapat diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/hipoksia paska natal harus dicegah dan diatasi.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan akan memberikan keterangan yang jelas tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir
4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih dan ditentukan secara cepat dan tepat.

Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat adalah:
1. Membersihkan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
2. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha pernafasan lemah.
3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.




Tindakan Umum:
1. Pengawasan suhu tubuh
Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan memperburuk keadaan asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhabn oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan (membungkus bayi dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau topi kepala yang terbuat dari plastik

2. Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan pengisap lendir, tindakan ini dilakukan dengan hati- hati tidak perlu tergesa- gesa atau kasar. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti: spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat dilakukan resusitasi kardiopulmonal.

3. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila cara ini tidak berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua telapak kaki bayi.



4. Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksi
a. Tujuan Pemberian Cairan untuk Bayi Baru Lahir dengan asfiksia
1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan
2. Memberikan obat- obatan
3. Memberikan nutrisi parenteral
b. Keuntungan dan kerugian therapy Cairan
Keuntungan :
1. Efek therapy segera tercapai karena penghantaran obat ketempat target berlangsung cepat
2. Absorbsi total, memungkinkan dosis obat lebih tepat dan therapy lebih dapat diandalkan.
3. Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek therapy dapat dipertahankan maupun dimodifikasi.
4. Ras sakit dan iritasi obat- obat tertentu jika diberikan intramuscular dan subkutan dapat dihindari.
5. Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorpsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinal.

Kerugian :
1. Resiko toksisitas/anapilaktik dan sensitivitas tinggi
2. Komplikasi tambahan dapat timbul :
§ Kontaminasi mikroba melalui sirkulasi
§ Iritasi vaskuler ( spt phlebitis )
§ Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.

c. Peran Perawat terhadap Therapi Cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
1. Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infuse maupun kemasannya.
2. Memastikan cairan infuse diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian)
3. Memeriksa kepatenan tempat insersi
4. Monitor daerah insersi terhadap kelainan
5. Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan program
6. Monitor kondisi dan reaksi pasien

d. Teknik pemasangan infuse
§ Siapkan alat-alat
§ Cuci tangan lalu gunakan sarung tangan tangan
§ Pilih vena yang terbaik, jika perlu bersihkan area insersi dengan gerakan melingkar dari pusat keluar dengan larutan anti septic dan biarkan mengering.
§ Pasang tourniquet 4-5 inchi di atas tempat insersi.
§ Fiksasi vena, letakkan ibu jari di atas vena untuk mencegah pergerakan dan untuk meregangkan kulit melawan arah penusukan.
§ Tusuk vena, pegang tabung bening kateter, tempatkan posisi jarum dengan sudut 30-400. Tusukkan searah dengan aliran vena menembus vena rasakan letupan dan lihat adanya aliran balik darah.
§ Rendahkan jarum sampai sejajar dengan kulit. Dorong kateter ke dalam vena kira-kira ¼ - ½ inchi sebelum melepas jarum penuntun dan dorong kateter.
§ Lepas tourniquet, tarik jarum penuntun.
§ Pasang ujung selang infuse.
§ Fiksasi kateter.
§ Atur kecepatan tetesan sesuai dengan program.
§ Pasang balutan steril.
§ Berikan label pada dressing (tanggal, jam, ukuran kateter, initial nama pemasang).
§ Lepaskan sarung tangan, alat-alat dibersihkan.

e. Tehnik memfiksasi / mempertahankan kepatenan dari alat kepada bayi asfiksia yang terpasang infuse
Metode Chevron
§ Potong plester ukuran 1,25 cm, letakkan di bawah hubungan kateter dengan bagian yang berperekat menghadap ke atas.
§ Silangkan kedua ujung plester melalui hubungan kateter dan rekatkan pada kulit pasien.
§ Rekatkan plester ukuran 2,5 cm melintang diatas sayap kateter dan sayap infuse untuk memperkuat kemudian berikan label.

f. Memberikan cairan dengan menggunakan NGT
Adalah memasukkan cairan kedalam lambung bayi dengan menggunakan NGT. Dengan tujuan memenuhi kebutuhan tubuh akan makanan dan cairan, yang dilakukan pada bayi yang mengalami kesulitan mengisap dan bayi dengan kelainan bawaan misalnya labiopalatoskisis atau atresia esophagus.

Persiapan:
Alat:
§ Susu atau cairan sesuai dengan kebutuhan
§ Corong
§ NGT apabila belum terpasang
§ Air matang pada tempatnya
§ Alas dada bayi
§ Spuit ukuran sesuai dengan kebutuhan
§ Plester
§ Kasa steril
§ Pada tempatnya
§ Gunting verban
§ Bengkok

Pasien:
1. Pasang alas pada dada bayi.
2. Bayi disiapkan dengan kepala lebih tinggi dari badan, misalnya dengan menggunakan bantal.
3. Bila pemberian cairan dilakukan melalui hidung maka lubang hidung harus dibersihkan dahulu.
4. Pipa diukur dari epigastrium sampai ke hidung kemudian belok ke telinga, selanjutnya pipa diberi tanda.
5. Ujung pipa dilicinkan dengan air atau pelican lainnya.
6. Bagian pangkal pipa diklem atau dilipat, tutup dengan jari dan ujung dimasukkan melalui hidung dengan hati-hati sampai batas yang diberi tanda. Perhatikan keadaan umum bayi, apakah ada tanda-tanda sesak napas atau tidak.
7. Periksa apakah pipa betul-betul masuk ke dalam lambung, caranya dengan mengisap cairan lambung menggunakan sepuit. Kemudian pastikan bahwa betul-betul yang keluar cairan lambung, caranya dengan menggunakan lakmus biru atau warna cairan.
8. Corong atau spuit dipasang pada pangkal pipa.
9. Tuangkan sedikit air matang, klem dibuka kemudian cairan dimasukkan melalui corong, selama pemberian cairan corong ditutup dengan kasa steril untuk mencegah kontaminasi.
10. Bila cairan sudah hampir habis tuangkan sedikit air matang untuk membilas.
11. Bila pipa dipasang secara menetap, pangkal pipa diklem atau dilipat dan diikat setelah itu difiksasi pada dahi dengan plester.

g. Komplikasi therapy cairan intravena
§ Infeksi
§ Emboli Udara



h. Jumlah kebutuhan cairan pada bayi baru lahir

Kebutuhan Cairan Pada Neonatus

BERAT LAHIR
UMUR DALAM HARI
1_- 2
3 - 7
7 – 30
< 750
100- 250
150 - 300
120 – 180
750 -1000
80 - 150
100 - 150
120 – 180
1000 - 1500
60 - 100
80 -150
120 -180
!500 - 2500
60- 80
100 - 150
120 – 180
TERM
60 -80
100 - 150
120 - 180


i. Macam cairan yang diperlukan untuk bayi baru lahir

MACAM CAIRAN
OSMOLARITAS
KARBOHIDRAT ( G/ l )
KALORI
KEMASAN ( ML)
DEKTROSE
MALTOSE
D5 %
278
50

200
250,500
D 10 %
506
100

400
500
MARTOS- 10 %
284

100
400
500
























BAB III
RESUME


A. Studi Kasus
Bayi A jenis kelamin laki-laki umur 5 jam lahir dengan vacuum ekstrasi atas indikasi pre eklampsia berat. Pada tanggal 04 Oktober 2004 jam 03.30 WIB dari seorang ibu G1P0A0. Kehamilan 38 minggu dengan BB 2500 gram, panjang badan 48 cm, APGAR score 4-5-6.
Keadaan umum bayi setelah lahir tampak lemah menagis kurang kuat, kulit kemerahan, kurang aktif, akral dingin, capillary refill 3 detik. Bayi A ditempatkan pada couve. Terpasang O2 60% head box, terpasang infuse umbilical D10% 192/8/8 tetes per menit (mikro drip).
Keadaan bayi saat dikaji, kesadaran kurang aktif, menangis kurang kuat, reflek menelan negative, suhu 370C, RR 40 kali / menit, HR 140x per menit, denyut nadi isi penuh tekanan kuat. Pasien terpasang 02 head box 60 %.
Hasil pemeriksaan laborat meliputi Hb 15,1 gr/ dl, HT 46,5 %, Leukosit: 12.800 ribu/ mmk, Natrium: 135 mmol/ l, Kalium: 4,0 mmol/ l, Chlorida: 111, Trombosit: 168.000. BGA: PH: 7,379, PCO2: 22,7 mmhg, Po2: 196 mmhg, HCO3 13,6 mmol/ L, BE: -9,2 mmol/ L, SaO2 : 99,7 %, AaDO2: 63,2 mmhg.
Dari pengkajian bayi A ditemukan 3 masalah keperawatan yaitu: Resti gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan, Resti komplikasi hipotermi, Resti infeksi.

B. Hasil diskusi dengan expert
1. Expert 1 (Siti Aminah, AMk., Perawat anak)
Pengertian asfiksia adalah gangguan pernafasan yang terjadi pada bayi baru lahir, bayi tidak dapat mendapatkan kebutuhan oksigen serta mengeluarkan CO2.
Penyebab dari asfeksia adalah persalinan tindakan dimana ibu menderita pre eklamsi ataupun persalinan macet dan anak mengalami fetal distress, DTA (Deep Tranverse Arrest), sutura sagitalis menempati ruang panggul yang sempit dimana kepala bayi tidak dapat melakukan putaran paksi dalam, ibu kelelahan oleh karena ibu sudah kehabisan tenaga sehingga ibu tidak mampu mengejan akhirnya dilakukan vacuum ekstraksi yang beresiko terjadinya asfiksia.
Tanda dan gejala dari asfiksia anak tidak menangis kuat / tangisannya merintih, anak terlihat sianosis, pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung. Penentuan kriteria asfiksia ringan, sedang, dan berat dapat digunakan penilaian APGAR score. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dengan pemerikasaan BGA, darah rutin, urin rutin.
Penatalaksanaan bayi dengan asfiksia adalah dengan memberikan oksigen sesuai dengan kebutuhan. Biasanya 24 jam pertama dengan menggunakan O2 head box dengan konsentrasi 60%. Kemudian diperhatikan pula pengaturan suhu tetap stabil agar tidak terjadi hipotermia, monitor tanda vital terutama pernafasan, penundaan pemberian minum pada anak oleh karena fungsi pencernaan masih terganggu, kebutuhan cairan dipenuhi dengan infuse D 10%. Anak ditunda minum sampai ada reflek menghisap, atau kurang lebih 24 jam. Menurut expert 1 meskipun pasien dipuasakan/ tunda minum, namun tidak akan kekurangan cairan oleh karena sudah mendapat cairan sesuai program. Dan pemberian cairan bertujuan untuk memberikan nutrisi, mempertahankan keseimbangan cairan dan memberikan obat-obatan. Sedang keuntungan dari therapy cairan adalah absorbsi obat lebih cepat.

2. Expert II (dr. Sulistyo, residen anak)
Bayi A mengalami asfiksia sedang. Dari hasil pemeriksaan terakhir sudah ada perbaikan kondisi, akan tetapi bayi A masih harus dirawat di ruang PBRT untuk diobservasi keadaannya, karena bayi sewaktu-waktu dapat berubah. Adapun perawatannya setelah bayi tidak sesak nafas tidak perlu diberikan head box oksigen cukup diberikan nasal 28%. Selain itu perlu menjaga kehangatan bayi masih dalam kondisi adaptasi sehingga pusat termoregulasi belum berkembang sepenuhnya. Yang terpenting perawatan bayi baru lahir adalah kepekaan perawat terhadap tangisan bayi, karena tangisan bayi dapat disebabkan oleh bermacam-macam. Untuk pemberian ASI sudah bisa diberikan karena reflek menghisap sudah ada, tetapi harus memperhatikan kondisi pasien juga, setiap mau memasukkan sonde harus dicek residu terlebih dahulu, sehingga cairan yang masuk sesuai dengan toleransi pencernaan. Untuk pemberian cairan pada hqri ke 90 ml per kg BB per 24 jam, ini sudah termasuk sonde dan infuse. Kalau hari pertama nutrisi enteral tunda dulu. Pemberian cairan lewat vena ini kerugiannya terjadi flebitis. Adapun jenis cairan yang digunakan untuk neonatus berdasarkan protap yang ada adalah D10 %, oleh karena cairan ini masuk jenis isotonik dan kalorinya besar, sehingga mampu memenuhi kebutuhan neonatus.

3. Expert III (dr. Wisnu, residen anak)
Pemeriksaan yang dilakukan pada anak asfiksia adalah analisa gas darah untuk mengetahui konsentrasi oksigen dalam darah dan sejauhmana kebutuhan oksigen diperlukan. Dilakukan pemeriksaan darah rutin dan jika anak diare dilakukan pemerikasaan feses dan urin. Apabila terjadi asidosis perlu dilakukan koreksi untuk menjaga agar sirkualsi darah tetap baik, memberikan lingkungan yang baik sangat diperlukan, menjaga saluran nafas tetap bebas, serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 lancar, dengan memberikan bantuan pernafasan secara aktif apabila bayi menunjukkan pernafasan yang lemah. Program cairan yang diberikan adalah dekstrose 10% oleh karena cairan ini banyak mengandung kalori sehingga sangat dibutuhkan oleh bayi. Sedangkan program tetesan yang diberikan adalah mikro drip (1 cc = 60 tetes). Disamping itu penetalaksanaan yang tidak kalah penting yaitu pencegahan terjadinya infeksi oleh karena bayi masih sangat rentan / daya imunnya masih rendah, untuk itu tindakan invasif sangat diminimalkan, misalkan dalam pengambilan darah tidak perlu mengambil dari vena yang lain cukup mengambil dari vena umbilikalis yang telah dipasang infuse. Disamping hal tersebut di atas setelah bayi bisa menetek perlu diberikan pengawasan yang ketat baik kepada bayi maupun ibu jangan sampai terjadi aspirasi. Hal ini juga perlu disampaikan apabila pasien sudah diijinkan pulang sehingga setelah di rumah ibu dapat merawat bayi dengan baik.

C. Permasalahan
1. Apakah tujuan dan kapan waktu pemberian cairan
2. Apakah peran perawat terhadap terapi cairan?
3. Bagaimana tehnik memfiksasi/ mempertahankan kepatenan IV kateter pada bayi lahir dengan asfiksia?
4. Bagaimana cara memberikan cairan lewat NGT?
5. Berapa jumlah kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir dengan asfiksia?

















BAB IV
PEMBAHASAN


A. Tujuan dan waktu pemberian cairan
PT Otsuka Indonesia (2003) menyebutkan bahwa tujuan pemberian therapy cairan yaitu mempertahankan keseimbangan cairan, memberikan obat- obatan dan memberikan nutrisi. Pada bayi ny A oleh karena terjadi asfiksia, hari pertama reflek menelan masih negative sehingga ditunda untuk diet enteral. Selain itu ditakutkan kerja pernafasan bayi A meningkat. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan cairan bayi A diberikan infuse D10 %. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan, dan untuk memasukkan obat, oleh karena pasien mendapat obat Amoxicilin 2x 125 mg dan vit K 1x1mg intravena.
Hanya saja pemberian cairan D 10% diberikan setelah bayi dipuasakan selama 24 jam. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pemberian cairan seharusnya diberikan sesegera mungkin setelah gastrointestinal bayi berfungsi dengan baik. Penundaan pemberian cairan tersebut memberikan dampak negative pada bayi berupa asidosis metabolik. Masalah lain yang ditemukan adalah pemantauan fungsi pencernaan bayi yang tidak dilakukan secara kontinu sehingga menjadikan penundaan diit enteral berlangsung lebih lama. Kondisi demikian memungkinkan kurang adekuatnya kebutuhan cairan / diit enteral bayi. Oleh sebab itu penulis mengadakan diskusi kepada expert dalam hal ini residen anak, apakh keuntungan yang diperoleh sebanding dengan kerugiannya apabila anak dipuasakan, sementara kita perhatikan bersama bahwa kenyataannya pasien jatuh dalam kondisi asidosis, walupun sudah terkompensasi. Hal ini perlu dihindarkan demi keselamatan pasien. Dokter mengatakan betul sekali apa yang di utarakan, namun kenyataanya kita sebagai dokter, masih sangat sulit untuk mendapatkan kemitraan dengan keperawatan, karena sebagian besar perawat disini pengetahuan tentang cairan sangat kurang.

B. Peran perawat dalam dalam pemberian terapi cairan
Salah satu peran perawat yang dibutuhkan dalam pengelolaan bayi dengan asfiksia adalah peran sebagai pelaksana asuhan akeperawatan secara optimal (health providers). Peran ini memungkinkan perawat melakukan kegiatan pengkajian dan perencanaan secara matang mengenai masalah dan hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien asfiksia, misalnya tentang kebutuhan cairan yang tepat dan adekuat untuk bayi yang mengalami gangguan berupa asfiksia.
Namun kenyataannya perawat tidak memahami secara substansial tentang jumlah cairan yang dibutuhkan oleh bayi asfiksia. Kebanyakan perawat beranggapan bahwa masalah kebutuhan cairan adalah tanggungjawab sepenuhnya oleh pihak medis / dokter, dan mereka beranggapan bahwa perawat hanya bertanggungjawab dalam cara pemberian cairan. Kondisi ini menyebabkan perawat tidak segera mengetahui bila terjadi kekurangan cairan pada bayi atau kondisi lain yang berhubungan dengan masalah kebutuhan cairan, yang diperparah dengan adanya ketidakmampuan perawat dalam membaca hasil laboratorium yang terkait dengan analisis gas darah. Akibatnya perawat tidak mengetahui kalau bayi yang sedang dikelolanya mengalami asidosis metabolik terkompensasi penuh.

C. Tehnik memfiksasi/ mempertahankan kepatenan IV kateterpada bayi baru lahir dengan asfiksia
Berbagai macam cara memfiksasi/ mempertahankan IV kateter diantaranya: metode Chevron, metode U, metode H. Ini semua dilakukan untuk memudahkan dan mengefektifkan dalam perawatan IV kateter. Perawatan IV kateter dilakukan setiap hari sekali yang bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi yaitu infeksi/ phlebitis. Namun tehnik tersebut hanya dilakukan untuk pemasangan infuse dibagian distal. Pada an A infuse dipasang di umbilikel sehingga tehnik dalam memfiksasinyapun berbeda dengan cara diaatas, sampai laporan ini dibuat penulis belum mendapatkan sumber tentang cara fiksasi IV kateter yang terpasang di umbilikel. Sehingga penulis lebih mengacu kepada prosedur tetap yang ada di ruangan, yaitu setiap hari IV kateter pada umbilikel di balut dengan kasa betadi dengan tehnik steril, serta cara memasang plester melingkar pada daerah umbilikel kemudian di tempelkan pada abdomen. (plester dipotong 10-12 cm, lalu bagian tengah plester dililitkan pada IV kateter yang telah terbungkus kasa betadin, sedangkan ujung- ujungnya dilekatkan pada kanan kiri abdomena). Namun kenyataan pada pengamatan sekitar satu minggu meskipun IV dipasang pada vena besar/ umbilikel jarang terjadi infeksi oleh karena perawatan setiap hari dilakukan, dan pencegahan infeksi cukup baik, terbukti tersedianya wastavel alat cuci tangan alternative disetiap ruangan di PBRT.

D. Pemberian cairan dengan NGT
Pemberian cairan dengan NGT ini ada dua tehnik yaitu : yang pertama NGT dipasang tidak menetap/ setelah cairan sonde masuk kemudian NGT lalu dicabut ini dilakukan apabila tidak diperlukan terus menerus, tetapi apabila dibutuhkan cairan susu/ sonde yang terus menerus NGT dipasang menetap namun harus diganti setelah 5 hari, hal ini untuk mencegah infeksi dan perubahan posisi NGT, hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh expert 1 dari keperawatan. Prinsip pemberian susu/ cairan lewat NGT adalah , posisi kepala lebih tinggi dan mencegah adanya udara masuk saluran pencernaan, oleh karena hal ini dapat mengakibatkan distensi pada abdomen dan akan menganggu fungsi gastro intestinal. Sehingga setelah diberikan sonde perlu dilakukan sendawa untuk mencegah adanya udara masuk ke saluran intestinal, walupun pada saat memberikan sonde sudah diminimalkan adanya udara yang masuk. Pada studi kasus apabila sonde diberikan oleh perawat ruangan setelah memberikan sonde tidak dilakukan sendawa, Tetapi penulis memberikan contoh dengan cara setelah memberikan sonde dilakukan sendawa. Namun hal ini sepertinya tidak ada yang merespon dari perawat ruangan, Sehingga penulis mengadakn diskusi kepada salah satu perawat ruangan tentang perlunya dilakukan sendawa setelah memberikan sonde dan perawat mengatakan bahwa hal ini tidak diketahui oleh perawat ruangan. Meskipun pasien mendapat sonde, namun oleh karena reflek menelan pada hari kedua mulai ada, maka sebelum diberikan sonde ditetekkan dulu keibunya, kemudian kalu kurang baru diberi sonde.

E. Jumlah cairan yang diberikan pada bayi asfiksia
Jumlah pemberian cairan pada bayi dengan asfiksia didasarkan pada BB yaitu BB antara 1500 – 2500 gram pada hari pertama – hari kedua diberikan cairan sebanyak 60 – 80 cc per Kg BB per 24 jam. Pada hari ketiga – hari ke tujuh diberikan cairan sebanyak 100 -150 cc per Kg BB per 24 jam.
Pada kenyataannya pemberian cairan didasarkan atas aspek kemudahan yaitu pada hari pertama diberikan cairan sebanyak 192 cc / 24 jam yang seharusnya berdasarkan formulasi cairan yang diberikan adalah sebesar 200 cc. Aspek kemudahan yang dimaksudkan adalah 192 cc habis dibagi 24 jam yaitu sebesar 8 tetes / menit atau 8 cc / jam. Dengan perhitungan ini menyebabkan cairan yang diberikan tidak memenuhi jumlah cairan sesuai dengan penghitungan yang berlaku, sehingga bayi masih kekurangan cairan sebanyak 8 cc dalam 24 jam. Jumlah cairan ini sangat berarti bagi bayi terutama pada hari pertama kehidupannya. Dampak tidak adekuatnya pemberian cairan tersebut memungkinkan terjadinya gangguan perfusi yang mana perfusi ini akan mempengaruhi oksigenasi, termasuk oksigenasi ke jaringan ginjal, akibatnya menyebabkan asidosis metabolik, namun By A masih bisa mengkompensasi hal itu sehingga kompensasi dari ginjal adalah tidak mengeluarkan cairan secara optimal sehingga menyebabkan retensi HC03. Yang mana keadaan ini menunjukkan asidosis metabolic terkompensasi penuh, sehingga pasien tidak perlu diberi tindakan a







BAB V
PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Asfiksia adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran O2 dan Co2 yang dapat disebabkan oleh faktor ibu, janin, plasenta, dan faktor persalinan.
2. Prinsip penatalaksanaan pada pasien asfiksia adalah: pengawasan suhu, Pembersihan jalan nafas dan rangsangan untuk menimbulkan pernafasan, serta pemberian cairan yang adekuat.
3. Tujuan pemberian cairan pada bayi asfiksia adalah untuk memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi.
4. Permasalahan yang dijumpai pada saat pengelolaan bayi dengan asfiksia adalah pada tujuan pemberian cairan, jumlah cairan yang harus diberikan, dan peran perawat dalam pengelolaan bayi dengan asfiksia.
5. Tujuan pemberian cairan adalah untuk pemenuhan cairan dan nutrisi bayi, namun waktu pemberiannya adalah setelah bayi dipuasakan selama 24 jam. Jumlah cairan yang diberikan tidak sesuai dengan teori karena terjadi pengurangan sebesar 8cc dalam 24 jam. Peran perawat lebih banyak pada cara pemberian cairan bukan pada berapa cairan yang dibutuhkan bayi.

B. Saran
1. Seharusnya cairan yang diberikan pada bayi asfiksia tidak ditunda hingga 24 jam, namun perlu diberikan sesegera mungkin terutama setelah diketahui system gastrointestinal berfungsi dengan baik.
2. Seharusnya kebutuhan cairan pada bayi tidak didasarkan pada kemudahan membaginya untuk keperluan selama 24 jam, namun lebih pada berapa cc yang seharusnya bayi (dengan asfiksia) butuhkan. Hal ini dapat dilakukan dengan berpedoman pada formula yang telah ada.
3. Perlu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan perawat mengenai pemberian cairan bagi bayi asfiksia sehingga keputusan yang diambil tidak didasarkan pada bagaimana cara cairan diberikan, namun juga harus diketahui mengenai berapa banyak kebutuhan cairan bagi bayi asfiksia.








































DAFTAR PUSTAKA


1. A.H Markum, (2002). Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: FKUI.

2. Arif Ridwan & Iman Fathurrohman W. (1997). Referensi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-2. Bandung.

3. Berhman, Kliegman & Arvin, (1996), Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Alih Bahasa Samik Wahab. Jilid I, Jakarta: EGC.

4. http: // www.pediatrik.com/kanal.Php?pg=karyailmiah&id=03.

5. http : //www.Suaramerdeka.Com/harian/0308/11/ragam5.htm.

6. Mochtar, Rustam, (1998), Sinopsis Obstetri: Obstetri Patologi, Edisi 2, Jakarta: EGC.

7. Persis Mary Halminton, (1999), Dasar- dasar Keperawatan Maternitas Edisi 2, Jakarta: EGC

8. Staf Pengajar IKA FKUI, (1995), Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3, Jakarta: IKA FKUI.

9. Purnawan, J dkk, (1998) Kapita Selekta Kedokteran, Edisi2, Jakarta: Media Aeusculapius FKUI.

10. PT Otsuka Indonesia. (2003). Pemberian Cairan Infus. Edisi revisi VIII.

11. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, (2002), Ilmu Kebidanan, Jakarta: JNPKKR-POGI

12. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, (2002), Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR- POGI

13. Arif Ridwan & Iman Fathurrohman W. (1998). Referensi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-2. Bandung.

ANEMIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anemia adalah salah satu penyakit yang menyerang pada semua usia, tanpa kecuali pada anak-anak. Anemia sering ditemui sebagai gejala awal yang didapat pada kebanyakan kasus hematologi. Kebanyakan pasien anemia di RSDK berasal dari kalangan sosial ekonomi lemah, dikarenakan faktor tidak diperhatikannya jenis makanan yang dikonsumsi anak, sehingga nilai gizinya kurang.
Anemia pada anak-anak pada umumnya dilihat sebagai suatu masalah biasa, dan bukan sesuatu yang harus serius ditangani segera. Orang tua masih banyak yang beranggapan selama anak masih bisa bermain dan tidak mengeluh sakit / rewel, anak berarti sehat.
Insidensi anemia biasanya dikategorikan berdasarkan jenisnya, karena akan memberi gambaran yang berbeda. Anemia aplastik dapat timbul pada sembarang usia, dan 50% kasus bersifat idiopatik. Anemia defisiensi diderita 3 % - 24% bayi berusia 6-24 bulan. 29%-68% bayi usia 6-24 bulan mengalami defisiensi zat besi. Insidensi defisiensi besi dan anemia pada remaja putrii adalah 11%- 17%. Puncak insiden anemia defisiensi besi adalah usia 12-18 bulan. (Bert & Linda, 2002).
Anemia merupakan penyakit yang perjalanannya kronis, lama dan mengakibatkan beberapa gangguan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, penulis ingin memahami lebih dalam tentang anemi pada anak melalui kontrak belajar.

B. TUJUAN KONTRAK BELAJAR
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan kontrak belajar, saya mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan anemia.
2. Tujuan khusus
Setelah saya menyelesaikan kontrak belajar, saya mampu :
1. Memahami pengertian anemia
2. Memahami penyebab terjadinya anemia.
3. Memahami tanda dan gejala anemia
4. Memahami pemeriksaan diagnostik pada kasus anemia
5. Memahami penatalaksanaan kasus anemia
6. Memahami masalah keperawatan yang sering muncul pada anak dengan anemia.
7. Memahami dan memberikan tindakan keperawatan ada anak dengan anemia
BAB II
TINJAUAN TEORI


A. PENGERTIAN
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. (Ngastiyah.1997).

B. PENYEBAB ANEMIA
Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan pembentukan, kerusakan atau kehilangan sel-sel darah merah serta penyebabnya. Penyebab anemia antara lain sebagai berikut:
1. Anemia pasca perdarahan : akibat perdarahan massif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau perdarahan menahun:cacingan.
2. Anemia defisiensi: kekurangan bahan baku pembuat sel darah. Bisa karena intake kurang, absorbsi kurang, sintesis kurang, keperluan yang bertambah.
3. Anemia hemolitik: terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan. Karena faktor intrasel: talasemia, hemoglobinopatie,dll. Sedang factor ekstrasel: intoksikasi, infeksi –malaria, reaksi hemolitik transfusi darah.
4. Anemia aplastik disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang).

C. TANDA DAN GEJALA
1. Tanda-tanda umum anemia:
a. pucat,
b. tacicardi,
c. bising sistolik anorganik,
d. bising karotis,
e. pembesaran jantung.
2. Manifestasi khusus pada anemia:
a. Anemia aplastik: ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral, infeksi bakteri, demam, anemis, pucat, lelah, takikardi.
b. Anemia defisiensi: konjungtiva pucat (Hb 6-10 gr/dl), telapak tangan pucat (Hb < 8 gr/dl), iritabilitas, anoreksia, takikardi, murmur sistolik, letargi, tidur meningkat, kehilangan minat bermain atau aktivitas bermain. Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, anak tak tampak sakit, tampak pucat pada mukosa bibir, farink,telapak tangan dan dasar kuku. Jantung agak membesar dan terdengar bising sistolik yang fungsional.
c. Anemia aplastik : ikterus, hepatosplenomegali.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar Hb.
Kadar Hb <10g/dl. Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata < 32% (normal: 32-37%), leukosit dan trombosit normal, serum iron merendah, iron binding capacity meningkat.
2. Kelainan laborat sederhana untuk masing-masing tipe anemia :
a. Anemia defisiensi asam folat : makro/megalositosis
b. Anemia hemolitik : retikulosit meninggi, bilirubin indirek dan total naik, urobilinuria.
c. Anemia aplastik : trombositopeni, granulositopeni, pansitopenia, sel patologik darah tepi ditemukan pada anemia aplastik karena keganasan.

E. PENATALAKSANAAN
a. Anemia pasca perdarahan: transfusi darah. Pilihan kedua: plasma ekspander atau plasma substitute. Pada keadaan darurat bisa diberikan infus IV apa saja.
b. Anemia defisiensi: makanan adekuat, diberikan SF 3x10mg/kg BB/hari. Transfusi darah hanya diberikan pada Hb <5 gr/dl.
c. Anemia aplastik: prednison dan testosteron, transfusi darah, pengobatan infeksi sekunder, makanan dan istirahat.

F. MASALAH KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komparten seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat nutrisi ke sel.
2. Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan.

G. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan adekuat
- Memonitor tanda‑tanda vital, pengisian kapiler, wama kulit, membran mukosa.
- Meninggikan posisi kepala di tempat tidur
- Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri.
- Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau gelisah
- Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin.
- Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebu­tuhan tubuh.
- Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
2. Mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitas
- Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan anak.
- Memonitor tanda‑tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas, dan mencatat adanya respon fisiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut jantung peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat).
- Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga untuk berhenti melakukan aktivitas jika teladi gejala‑gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat, pusing atau kelelahan).
- Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari­ hari sesuai dengan kemampuan anak.
- Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan reinforcement terhadap partisipasi anak di rumah.
- Membuat jadual aktivitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain.
- Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak dalam melakukan aktivitas, memonitor kemam­puan melakukan aktivitas secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua dan sekolah.
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat
- Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
- Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
- Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
- Mengevaluasi berat badan anak setiap hari.







BAB III
RESUME

A. STUDI KASUS KLIEN
Anak D, perempuan, 5 tahun, diagnosa medis anemia hepatoseplenomegali, dengan keluhan utama saat pengkajian (20-10-2003) sesak nafas, perut sebah, badan terasa lemah, kepala pusing, mual, muntah, nafsu makan menurun. BB : 17 kg, TB : 112 cm. T: 100/70 mmHg, N: 80x/mnt, RR: 24x/mnt, S: 36,8C.
Riwayat kesehatan pada saat klien masuk RS Kariadi (18-10-2003) adalah klien muntah darah dan klien sering mimisen tanpa sebab. Terapi yang telah diberikan pada An. B adalah : O2 2 liter/menit, Colistin 3 x 900.000 iu, Vit Bc 3 x 1 tab, Alupurinol 3 x 90 mg, Metronidazol 3 x 70 mg, Infus D 5% 960/40/10 tts/mnt, Cefotaxim 3x500 mg, tranfusi.
Pada anak F ditemukan masalah keperawatan: resiko gangguan perfusi jaringan, resiko infeksi, resiko syok, perubahan nutrisi kurang, intoleransi aktivitas. Didukung oleh adanya data Hb: 8,1 mg/dl, Ht: 31,6%, leukosit: 2900/dl, trombosit 6000/dl.

B. DISKUSI DENGAN EXPERT
Dari hasil diskusi penulis dengan expert 1 (residen anak) dijelaskan bahwa untuk menegakkan suatu diagnosa anemia memerlukan pemeriksaan diagnostik yang sesuai. Misalnya pada anemia aplastik perlu dilakukan BMP. Sedang pada anemia hemolitik biasanya dengan preparat hapus, ikterik eritrosit lisis berlebihan, bilirubin meningkat, dan anemia perdarahan secara umum karena operasi, persalinan perdarahan kecelakaan dan lain lain. Dijelaskan pula bahwa pokok permasalahan anemia sesuai dengan penyebabnya, misalnya pada anemia aplastik dimana terjadi gangguan produksi sel darah, sehingga tanda utamanya berupa pansitopenia dimana eritrosit turun, trombosit turun, leukosit turun. Penatalaksanaan yang diberikan juga sesuai dengan akar permasalahan yang ada. Untuk mengetahui penyebab anemia, riwayat kesehatan anak juga perlu sekali digali. Dalam hal ini, perawat dapat berperan penting dengan menggunakan komunikasi terapetik.
Dari hasil diskusi penulis dengan expert 2 (perawat anak), dijelaskan bahwa dari segi keperawatan yang dapat dilakukan dalam upaya pengelolaan /perawatan klien dengan anemia secara optimal untuk meningkatkan kondisi pasien adalah dengan upaya pemenuhan nutrisi yang mencukupi kebutuhan tubuh. Dengan diet tinggi kalori tinggi protein dan penyajian diet yang hangat untuk mengurangi rasa mual. Perawat selalu memotivasi keluarga dan klien untuk dapat terpenuhi kebutuhan nutrisinya. Selain itu diupayakan bahwa klien dengan masalah anemia dihindarkan dari penularan infeksi. Selain program pengobatan yang telah diintervensikan dari tim medis harus dapat dilaksanakan dengan baik.

C. PERMASALAHAN
Dalam rangka mengetahui penyebab anemia selain pemeriksaan diagnostik, sangat perlu untuk memahami riwayat kesehatan klien, informasi ini didapatkan dari keluarga sehingga perlu suatu komunikasi yang kondusif antara perawat dan keluarga klien. Bagaimana perawat menerapkan komunikasi terapetik untuk menggali informasi dari keluarga ?
Dengan turunnya kadar Hb, kondisi anak menjadi lemah serta terjadi penurunan imunitas anak, sehingga mudah terkena infeksi. Bagaimana upaya untuk menghindarkan klien dari penularan infeksi .
Usaha yang dapat diupayakan untuk dapat mendukung kondisi optimal klien selain pemberian obat adalah dengan upaya pemenuhan nutrisi yang mencukupi kebutuhan tubuh. Perlu diberikan diet tinggi kalori tinggi protein dan penyajian diet yang hangat untuk mengurangi rasa mual. Bagaimana pemberian diet pada pasien anemia ?
BAB IV
PEMBAHASAN


Untuk memahami penyebab anemia selain dengan pemeriksaan diagnostik kita perlu memahami riwayat kesehatan klien, apakah klien sudah pernah dirawat sebelumnya dengan penyakit yang sama ataukah klien baru pertama kali dirawat. Selain itu riwayat kesehatan waktu kecil juga perlu kita dapatkan. Hal tersebut dapat kita peroleh melalui keterangan dari keluarga klien. Hal ini membutuhkan komunikasi yang baik antara perawat dan keluarga klien. Komunikasi terapetik perlu diterapkan pada permasalahan ini. Diharapkan dengan komunikasi yang baik dan terus berkesinambungan antara perawat dan keluarga akan membantu proses penyembuhan klien. Perlu dipahami anak bukan miniatur orang dewasa, tetapi yang paling sering didapati adalah anak yang sakit, maka orang tua merasa disalahkan terutama ibu oleh ayah / suaminya. Sehingga kita sebagai perawat harus pandai mengatur tehnik-tehnik komunikasi yang dapat dilakukan. Tehnik yang digunakan untuk melakukan pengkajian pada anak D adalah pertanyaan terbuka, kemudian listening dan diam. Terakhir perawat dapat menggunakan tehnik klarifikasi. Tidak ketinggalan bahwa melalui komunikasi perawat akan mendapat berbagai macam hal positif dari keluarga. Keluarga akan merasa nyaman bercerita pada perawat akan kondisi anaknya, keluarga tidak takut / malu bertanya mengenai cara perawatan anaknya dan keluarga menjadi dekat dengan perawat. Dan hal itu sangat menguntungkan perawatan, karena dengan kedekatan antara pasien, keluarga dengan perawat akan sangat membantu tercapainya tujuan asuhan keperawatan.
Upaya untuk mencegah terjadinya resiko infeksi pada penderita anemia masih kurang optimal. Dalam pelaksanaan prosedur tindakan seringkali kita tidak mengindahkan untuk cuci tangan. Padahal cuci tangan adalah langkah awal untuk memulai suatu tindakan dengan menghindarkan resiko terjadinya kontaminasi. Selain itu penderita anemia di HND, dirawat bersama-sama dengan pasien dengan berbagai penyakit, termasuk infeksi. Hal-hal tersebut dapat memperburuk kondisi klien anemia yang sebelumnya kondisi klien anemia telah mengalami penurunan imunitas, dengan naik turunnya kadar Hb, kelemahan umum dan intake nutrisi yang kurang.
Diet yang dianjurkan adalah diet tinggi kalori tinggi protein serta makanan yang banyak mengandung zat besi. Namun seringkali dijumpai diet yang disajikan pada penderita anemia tidak mempertimbangkan nilai kalori dan proteinnya. Diet yang diberikan sama dengan diet untuk pasien lainnya. Karena dalam terapi yang diprogramkan hanya tertulis 3x lunak. Sehingga masalah nutrisi kurang mendapatkan perhatian. Diet yang disajikan kadang sudah dingin padahal klien dengan anemia mengalami masalah mual sehingga nafsu makan kurang dan intake makanan menurun. Hal tersebut dapat mengakibatkan menurunnya kondisi klien. Upaya yang telah dilakukan selain hal tersebut adalah menganjurkan keluarga klien untuk mencukupi kebutuhan nutrisi klien, namun kebanyakan dari mereka adalah klien dengan golongan sosial ekonomi bawah sehingga untuk penyediaan nutrisi pun hanya pas-pasan. Hal inilah yang kadang menjadi dilema dalam keperawatan, karena sebagian besar klien yang dirawat adalah mereka yang menggunakan kartu miskin atau sosial ekonomi yang rendah.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Ketrampilan untuk dapat berkomunikasi teraupetik bagi perawat sangat penting dan akan mempengaruhi keberhasilan asuhan keperawatan yang dilakukan, terutama apabila tehnik komunikasi tersebut tepat sesuai situasi dan kondisi klien .
2. Pencegahan resiko infeksi pada penderita anemia dapat dilakukan dengan memperhatikan teknik aseptik prosedur tindakan dan juga menghindarkan penderita kontak dengan sumber penularan infeksi.
3. Pemberian nutrisi / diet pada penderita anemia dengan memperhatikan kualitas (tinggi kalori tinggi protein) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kondisi kesehatan secara optimal dan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga terhindar dari resiko infeksi akibat penurunan imunitas.


B. SARAN / REKOMENDASI
1. Komunikasi merupakan awal kegiatan yang akan menunjang tercapainya suatu tujuan. Diharapkan, ketrampilan komunikasi terapetik oleh perawat dapat lebih ditingkatkan lagi, tidak hanya saat kita membutuhkan data, tetapi setiap saat, pasien membutuhkan, dan kita berinteraksi dengan pasien, perawat menerapkan tehnik komunikasi terapetik.
2. Untuk mencegah resiko infeksi atau memperburuk kondisi penderita anemia, sekiranya perlu diperhatikan kebiasaan cuci tangan dan penerapan prinsip aseptik dalam setiap prosedur invasif.
3. Penyediaan diet bagi penderita anemia kiranya memerlukan kolaborasi yang baik antara medis, keperawatan dan ahli gizi, selain itu perlu dukungan, keterlibatan / peran serta keluarga klien.











DAFTAR PUSTAKA

Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Cetakan I. Jakarta, EGC.
Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.
Tucker SM. (1997). Standar Perawatan Pasien. Edisi V. Jakarta, EGC.
Smeltzer, Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta, EGC.
FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.
Harlatt, Petit. (1997). Kapita Selekta Hematologi. Edisi 2. Jakarta, EGC.
ACS. (2003). What is Anemia ?. Available (online) http: // www // yahoo / nurse / leucemia / htm.

NUTRISI UNTUK PENDERITA KANKER

Nutrisi untuk Penderita Kanker
http://uk.search.yahoo.com/search?fr=slv1-&p=terapi+nutrisi+anak
Penderita kanker, bagaimanapun, memerlukan nutrisi yang baik. Ini karena hampir 50 persen penderita penyakit ini mengalami penurunan berat badan. Nutrisi tidak hanya penting bagi penderita yang sedang menjalani terapi dan pemulihan dari terapi, tapi juga pada keadaan remisi maupun untuk mencegah kekambuhan.
Pada dasarnya, nutrisi dan kanker adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Begitu dikatakan dokter Ririn Hariani SpGK, kepala Instalasi Gizi dan Tata Boga Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta. Menurutnya, status gizi sangat berpengaruh pada penderita kanker. ''Karena itu, tunjangan nutrisi sangat diperlukan,'' katanya saat memberikan penyuluhan kanker kepada masyarakat awam di RS Kanker Dharmais, belum lama ini. Penderita kanker, kata spesialis gizi klinik ini, sering mengalami koheksia, yakni sindrom yang ditandai dengan gejala klinik berupa anoreksia, perubahan ambang rasa kecap, penurunan berat badan, anemia, gangguan metabolisme, protein, dan lemak. Keadaan ini merupakan akibat dari kanker, baik lokal maupun sistemik, juga komplikasi obat anti kanker.
Lalu, bagaimana pengaruh terapi kanker pada status gizi si penderita? Ririn menyebut tiga hal yang bisa mempengaruhi atau menimbulkan masalah gizi pada penderita kanker, yaitu kemoterapi, radiasi, dan pembedahan. Kemoterapi bisa berperan pada terjadinya malnutrisi (kurang gizi) pada penderita. Hal ini dimungkinkan karena kemoterapi bisa menimbulkan efek samping seperti mual, muntah, gangguan saluran cerna, dan penurunan berat badan.
Radiasi juga berkontribusi pada terjadinya malnutrisi. Beratnya malnutrisi yang terjadi ditentukan oleh tempat dilakukannya radiasi, dosis, dan lama radiasi. Ririn menyebut sedikitnya ada tiga efek samping radiasi pada masalah nutrisi. Pertama, radiasi kepala yang menimbulkan efek samping mual dan muntah. Radiasi leher berupa mucositis, sulit menelan, dan susah membuka mulut. Radiasi abdomen (daerah perut) berupa diare, gastritis, mual, dan muntah.
Akan halnya pembedahan, Ririn menyebut, hal itu tergantung dari operasi yang dilakukan. Dia mengatakan, pembedahan merupakan terapi primer pada kanker saluran cerna yang mungkin dikombinasi dengan kemoterapi atau radiasi. ''Tumor yang berada di saluran cerna biasanya berpengaruh pada masalah nutrisi,'' tutur dokter lulusan Universitas Airlangga Surabaya ini.
Terapi nutrisiRirin mengakui, kebutuhan nutrisi penderita kanker sangat individual. Ada penderita yang membutuhkan lebih banyak, ada pula yang sedikit. Kebutuhan itu pun berubah-ubah dari waktu ke waktu selama perjalanan penyakit serta tergantung dari terapi yang dijalankan. Namun secara umum, kebutuhan kalori yang dianjurkan adalah 25-35 kalori/kg berat badan/hari, protein 1-2 gram/kg berat badan/hari. Suplementasi vitamin sesuai kebutuhan, terutama bagi yang tidak dapat mengonsumsi makanan bergizi seimbang. ''Pada prinsipnya, makanan sama dengan orang lain. Seimbang protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral,'' katanya.
Lalu, bagaimana cara memberikan nutrisi bagi penderita kanker? Ada tiga cara yang dapat dilakukan. Selain melalui mulut atau per oral, dapat pula melalui pipa, dan selang. Pemberian melalui mulut, kata dia, merupakan cara yang paling disukai. Hanya saja, pada penderita yang mengalami anoreksia dan perubahan cara rasa kecap, pemberian makanan dengan cara ini kerap menjadi masalah. Ini karena, ia tidak bisa membedakan rasa makanan yang masuk ke dalam mulut. Gangguan seperti ini biasanya dialami penderita kanker yang berhubungan dengan pencernaan.
Untuk mengatasinya, menurut Ririn, penyajian makanan harus dapat membangkitkan selera makan. Misalnya, makanan dapat diberi bumbu lebih banyak. ''Pemberiannya jangan dipaksa-paksakan. Makanan diberikan sedikit-sedikit, tapi sering.'' Bagi penderita dengan ganguan menelan, sebaiknya diberikan makanan lunak yang mudah ditelan. Sedangkan bagi penderita dengan sariawan, beri makanan yang lembut, hindari makanan terlalu panas, asam, dan berbumbu tajam.
Bila pemberian makanan melalui mulut tidak dapat diterima, dipertimbangkan pemberian makanan dengan cara lain. Kalau fungsi saluran cerna masih baik, maka makanan diberikan lewat pipa. Pipa bisa dipasang melalui mulut, bisa melalui hidung yang bermuara di lambung maupun usus halus, tergantung lokasi tumor. ''Pemilihan formula sama dengan penderita bukan kanker,'' katanya.
Masih ada cara lain, yakni makanan disalurkan lewat selang (parenteral). Cara ini memang berisiko tapi pada keadaan tertentu perlu dipertimbangkan. Cara seperti ini biasanya dilakukan pada penderita kanker dengan gangguan fungsi saluran cerna, atau pasien yang menjalani operasi pemotongan usus yang luas. ''Pemberian nutrisi perenteral perlu pemantauan ketat karena selain mahal, juga mempunyai efek samping yang cukup besar.''
sumber: http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=193845&kat_id=
Beberapa Kesan sampingan akibat Kemoterapi, Radioterapi dan Surgeri ke diet Anak andaPerubahan in rasa dan bauKemoterapi, terapi radiasi atau surgeri kepada kepala dan kawasan leher boleh menyebabkan perubahan sementara dalam kebolehan anak anda untuk rasa dan hidu/bau. Anak anda mungkin dapat makan makanan yang di hidang sejuk atau pada suhu bilik kerana makanan jenis ini mempunyai kurang rasa dan bau berbanding makanan panas. Cuba gunakan peralatan plastik jika anak anda mempunyai rasa kelogaman apabila memakan. Anda juga boleh mencuba dengan pelbagai makanan dan minuman yang lain daripada makanan yang anda biasa hidang. Kanak-kanak suka makan makanan yang masin seperti keropok dan kentang goreng. Cuba menambahkan sedikit sos soya kepada makanan mereka. Tambahan pula, pastikan mulut anak anda selalu bersih dengan berkumur dan memberus gigi.
Selera lemahkanser serta rawatannya selalu menyebabkan kehilangan selera dan perubahan dalam corak seorang kanak-kanak makan. Jika ini berlaku , cuba senantiasa memberi kanak-kanak tersebut makanan pada selang waktu kecil. Sediakan makanan yang bernutrisi supaya senang diberi pada bila-bila masa apabila kanak-kanak itu lapar.
Cuba membuat waktu makanan seronok dan selalu menggalak serta memuji anak anda bagi setiap suap makanan yang di makan.
Pastikan mulut anak anda selalu bersih dengan berkumur dan memberus gigi.
Sediakan makanan kalori/protein tinggi demi memastikan anak anda mendapat manfaat terbesar daripada makanannya.
Jika boleh, biarkan anak anda bersama anda membeli-belah bagi bekalan makanan.
Anda mesti sabar dan tidak senang cemas. Elakkan berleter, menghukum atau bertikam lidah dengan seorang kanak-kanak yang enggan makan.
Sembelit Ubat, perubahan corak makan dan kekurangan aktiviti fizikal boleh menyebabkan sembelit dan kurang membuang air. Jika anak anda ada sembelit, anda perlu meningkatkan gentian dalam pemakanan mereka demi menggalakkan usus berfungsi dengan baik. Beberapa contoh makanan bergentian tinggi termasuk roti bijirin, bijirin, buah-buahan mentah, sayur, buah-buahan kering, biji benih dan kekacang. Minum banyak cecair sepanjang hari dan , makan pada masa tepat serta pastikan anda aktif secara fizikal. Biasanya segelas air suam , sebaik sahaja anda berjaga dari tidur membantu pergerakan usus. Jika anak anda sembelit akibat perubatan kemoterapi yang memperlahankan proses dalam perut, anda dinasihatkan memastikan anak anda hanya makan makanan beresidu rendah berbanding dengan pemakanan yang bergentian tinggi.Mulut atau kerongkong yang sakit atau terganggu
Beberapa orang yang menghidap kanser mungkin akan mempunyai mulut yang sakit, luka pada mulut dan sakit tekak. Jika anda mempunyai salah satu dari masalah ini, makan makanan yang lembut dan tawar serta sejuk dan panas badan sahaja. Seterusnya makanan yang kasar dan kering perlu dielakkan. Tambahan pula, anda mungkin akan mendapati makanan yang tajam, masin, buah-buahan berasid, serta alkohol dan makanan berempah mungkin akan mengganggu dan perlu dielakkan. Kumur dengan camca kecil serbuk soda yang telah dilarutkan dalam 8 auns atau 250ml air biasa atau air bergaram akan membantu mengelak infeksi serta membantu mulut dan tekak pulih dari sebarang luka. Apa yang perlu dibuat dengan tekak yang sakit atau terganggu:
Elakkan makanan dan minuman yang tajam, berasid, masin seperti buah-buahan sitrus, makanan yang berjeruk dan bercuka serta makanan berasas tomato dan beberapa jenis makanan dalam tin.
Elakkan makanan yang berpermukaan kasar seperti roti bakar, muesli dan bijirin bergentian tinggi serta buah-buahan dan sayur-sayuran yang mentah.
Pilih makanan yang sederhana dan tidak terlalu panas atau sejuk.
Elakkan alkohol, kafeina dan tembakau.
Elakkan rempah yang mengganggu seperti serbuk cili, kari, sos pedas buah pala,dan lada.
Perisakan makanan dengan herba
Makan makanan lembut seperti sup berkrim, bubur, keju, kentang lenyek dadih, telur, bijirin masak dan lain makanan seperti ini.
Baurkan makanan yang kering dengan sedikit cecair seperti sup, sos dan sebagainya.
Apa yang perlu dibuat bagi mulut yang luka:
Makan makanan lembut seperti sup berkrim, bubur, keju, kentang lenyek dadih, telur, bijirin masak dan lain makanan seperti ini.
Lenyekkan makanan dalam pengisar supaya menjadikan mereka lebih senang ditelan.
Hidangkan makanan yang sederhana dan tidak terlalu panas atau sejuk.
Tunduk kepala anda ke belakang dan kemudian ke depan untuk membantu makanan dan cecair mengalir ke bahagian belakang kerongkong supaya senang di telan..
Minum menggunakan penyedut untuk mengelak bahagian yang sakit.
Elakkan rempah yang kuat seperti cili, lada buah pala dan sebagainya.
Elakkan makanan yang kasar dan kering yang mungkin mencalar kerongkong dan mulut anda.
Makan makanan yang tinggi protein dan kalori untuk mencepatkan proses pulih.
Elakkan alkohol, air berkarbonat dan tembakau.
Kumur dengan camca kecil serbuk soda yang telah dilarutkan dalam 8 auns atau 250ml air biasa untuk mengeluarkan makanan dan kuman.
Gunakan berus gigi kanak-kanak untuk membersihkan gigi.
Jika anda memakai gigi palsu, rendamkan mereka dalam larutan pembersih gigi palsu semalaman dan tanggalkan mereka sebanyak boleh semasa hari biasa untuk mengelakkan dan menggosok gusi yang sensitif anda.
Cadangan untuk meningkatkan Kalori dan Protein Bagi Kanak-kanak:
Hidangkan hidangan yang kecil atau sederhana berbanding dengan hidangan yang besar.
Hidangkan makanan apabila anak anda berasa lapar dan pastikan makanan berkalori dan protein tinggi termasuk.
Menggalak anak menjadi aktif secara fizikal kerana ini boleh meningkat selera.
Galak anak anda untuk memakan lebih apabila dia berasa lebih sihat.
Cadangan makanan bagi Anak anda Berikut adalah beberapa cadangan yang dapat membantu anak anda makan dengan lebih baik. Ingat... jangan jadikan proses ini sesuatu yang menyamai medan pertempuran.
Galakkan anak untuk makanan berkalori tinggi. Jangan risau mengenai kandungan lemak pada masa ini. Makanan berlemak tinggi seperti burger, kentang goreng, piza,dan ais krim membekalkan kalori, protein dan lain jenis nutrien yang penting.
Selalu hidangkan snek seperti mentega kekacang,keju, kaya yang disapukan pada roti atau biskut, dan telur penuh masak. Jangan lupa juga minuman berkalori tinggi.
Gunakan petunjuk Makanan piramid sebagai petunjuk asas. Rujuk http://nutriweb.org.my/)
Gunakan bekas meminum yang berwarna-warni dan menarik.
Buat pelbagai corak pada buah-buahan dan sayur-sayuran demi menggalak anak anda makan.
hidangkan makanan dalam bekas yang menarik dan luar biasa atau mempunyai gambar kartun padanya.
Biarkan anak anda membantu menyediakan makanan.
Undang kawan-kawan anak anda untuk datang makan bersama.
Rancangkan waktu makanan yang terlepas akibat temu janji dengan doktor atau kerana menerima rawatan. Bawakan paket jus serta beberapa snek dalam lawatan ini.
Bincangkan dengan pihak sekolah untuk membenarkan anak anda makan snek di sekolah. Panggil doktor anda jika anda mempunyai masalah berkaitan dengan rawatan seperti cirit-birit dan muntah-muntah.
Bagaimana menambah Protein kepada makanan anda:
Guna susu dan bukan air apabila memasak bijirin dan sup.
Tambah susu tepung kepada sup dan campuran susu dan buah-buahan.
Tambah susu kepada telur goreng.
Telur: Simpan telur masak penuh di peti sejuk.
Potong dan tambah telur masak penuh kepada kari, mi, sup, dan sayur-sayuran.(Pastikan telur anda masak penuh)
Daging,ayam dan ikan: Tambah daging, ayam atau ikan kepada sup, bubur mi dan kari. Kalau ini susah dikunyah, kisarkan dahulu.
Kekacang,dan bijirin: Guna ini sebagai snek antara masa makan.
Sediakan pembasuh mulut seperti bubur cha cha dan bubur kacang merah.
Panduan penuh bagi nutrisi dan aktiviti fizikal.Guna maklumat iniuntuk memastikan nutrisi yang baik serta cara hidup anda aktif. Nasihat ini sesuai bagi seluruh rakyat dan bukan sahaja mereka yang menghidap kanser. Makan pelbagai punca makanan dengan penekanan pada punca tumbuhan. Makan sehingga sembilan hidangan sayur-sayuran dan buah-buahan setiap hari.
Pastikan sayur dan buah termasuk dalam semua hidangan.
Makan pelbagai sayur dan buah.
Hadkan semua jenis snek yang digoreng.
Pilih jus 100% jika anda meminum jus buah atau sayur.
Pilih bijirin penuh berbanding bijirin serta gula yang diproses:
Pilih beras, roti, pasta dan bijirin daripada punca yang belum diproses.
Hadkan makanan karbohidrat yang halus seperti bijirin manis, susu pekat,kuih, minuman ringan dan manisan lain.
Hadkan pemakanan daging merah terutamanya daging yang berlemak tinggi serta diproses:
Pilih ikan, ayam dan kekacang sebagai alternatif kepada daging lembu, babi dan kambing.
Apabila anda makan daging, pilih potongan yang tidak berlemak dan lebih kecil. Selalu keluarkan lemak dan kulit.
Sediakan makanan dengan membakar dalam ketuhar, stim atau rebus berbanding menggoreng.
Pilih makanan yang membantu anda mengekal berat badan yang baik:
Apabila anda makan di luar rumah, pastikan anda memilih makanan yang rendah lemak, kalori dan gula serta elakkan memakan banyak.
Makan lebih sedikit makanan yang berkalori tinggi. Anda perlu sedar bahawa ‘rendah lemak’ atau ‘tidak berlemak’ tidak semestinya bermaksud makanan ini rendah kalori. Makanan seperti biskut dan kek sering kali rendah lemak tetapi berkalori tinggi dari kandungan gulanya.
Gunakan sayur, buah dan lain jenis makanan kalori rendah berbanding makanan kalori tinggi seperti burger, kentang goreng, donat, piza, ais krim, dan lain manisan.
Amalkan cara hidp yang aktifu.Dewasa: jalankan aktiviti fizikal sederhana sekurang-kurangnya lima kali seminggu bagi tempoh masa 30 minit; 45 minit atau lebih bagi aktiviti yang sederhana atau rancak lebih dari 5 kali seminggu akan mengurangkan risiko kanser payu dara dan kanser usus. Anak dan remaja: jalankan aktiviti fizikal sekurang-kurangnya 60 minit sehari pada tahap sederhana atau rancak sekurang-kurangnya 5 hari seminggu.
Cara menyediakan nutrisi baik kepada Anak anda
Nutrisi yang secukupnya akan membawa kebaikan berikut kepada anak anda yang menghidap kanser:
Meningkatkan kebolehan mereka mengatasi terapi.
Kurangkan kesan sampingan rawatan.
Menggalakkan pemulihan tisu.
Mengelak or atau membalik pulihkan kekurangan nutrisi.
Menggalakkan pertumbuhan normal.
Meningkatkan kualiti hidup anak anda melalui Mulut di mana boleh ; makan dan minum bahan yang kaya nutrien akan memastikan anda memenuhi kehendak nutrien anak anda. Anak anda mungkin akan dapat memenuhi keperluan nutriennya dengan makan makanan yang kalori dan protein tinggi termasuk snek serta produk cecair bernutrien yang dijual secara komersial. Walau bagaimanapun , jika ini terlalu susah untuk anak untuk makan dan minum secukupnya untuk menjaga berat badan serta memenuhi keperluan nutriennya maka dia perlu diberi makanan melalui tiub khas.
Menggunakan tiub makananMemberi makanan melalui tiub melibatkan memasukkan seutas tiub halus melalui hidung ke dalam perut. Seterusnya makanan dalam bentuk cecair khas yang bernutrien akan dimasukkan melalui tiub. Jika perlu, campuran bernutrien ini boleh membekalkan 100% daripada keperluan kalori, protein, vitamin dan garam galian anak anda Anak-anak yang mempunyai tiub ini boleh teruskan memakan seperti biasa kerana tiub ini begitu kecil dan tidak mengganggu proses menelan. Jika anak memerlukan tiub ini, anda mesti cuba selalu menggalakkannya memakan seperti biasa. Sebagai contoh, dia boleh makan melalui tiub pada waktu malam semasa tidur dan kemudian makan seperti biasa pada masa siang. Pastikan mulut anak anda selalu bersih dengan sering berkumur dan memberus gigi. Sebaik sahaja pemakanan melalui tiub bermula, anak anda akan berasa lebih baik kerana keperluan nutrien mereka dipenuhi. Kebanyakan anak akan biasa dengan cara pemakanan melalui tiub setelah beberapa hari. Tetapi anak-anak yang lebih tua serta remaja mungkin memerlukan masa yang lebih lama. Berbual dengan seorang anak lain yang mempunyai tiub makanan ini akan membantu anak tersebut menyesuaikan diri dengan tiub tersebut. Makanan melalui tiub biasanya akan meningkatkan berat badan kanak-kanak yang mempunyai selera rendah serta mereka yang tidak dapat makan dan minum. Sejenis tiub yang lebih kekal boleh juga dimasukkan terus ke dalam perut(gastrostomi) atau melalui usus (jejunostomi).
Nutrisi Parenteral Sepenuhnya Pemakanan tiub mungkin tidak dapat memenuhi kehendak cecair dan nutrien bagi anak-anak dengan masalah penghadaman yang serius . dalam kes ini larutan nutrien boleh diberi terus ke dalam vena melalui sejenis terapi yang dikenali sebagai hiperalimentasi intravena or nutrisi parenteral sepenuhnya (TPN). TPN biasanya digunakan bagi kanak-kanak yang:
Yang telah menjalankan surgeri pada sistem penghadaman.
Yang usus mereka telah tersekat sepenuhnya.
Yang sedang mengalami muntah-memuntah serta cirit-birit yang serius.
Yang menghadapi masalah akibat kanser atau yang memerlukan mereka mengelak penggunaan tiub ini.
Penggunaan TPN biasanya boleh memenuhi 100% daripada keperluan nutrisi anak-anak anda. Tanyalah doktor anda mengenai nutrien yang di bekal melalui kaedah ini demi mengesyorkan keperluan anak-anak anda dipenuhi. Seperti memberi makanan melalui tiub, TPN boleh dijalankan di rumah. http://www.cancer.org.my/bahasa/treat/side_effects.htm
Kesehatan - PISANG, JERUK CEGAH LEUKEMIA14 Sep 2004 10:44:27

Anak anda terkena leukemia? Tidak usah kuatir karena menurut peneliti dari Chicago dan California untuk membantu mencegah leukemia pada anak-anak cukup dengan mengkonsumsi jeruk, pisang dan jus jeruk.
Menurut peneliti dari Univeritas California Marilyn Kwan konsumsi jeruk atau pisang secara teratur selama du a tahun pertama kehidupannya terkait dengan menurunnya resiko leukemia pada anak yang diagnosa berumur antara 2 dan 14 tahun.
Kwan bersama tim mendasari penemuannya ini pada Northern California Childhood Leukemia Study yang berlangsung dari tahun 1995 sampai 2002. Bagi setiap anak yang mengidap leukemia, seorang anak yang sehat diikutsertakan dalam penelitian ini sebagai perbandingan.
Selain anak sebagai objek penelitian, ibu-ibu mereka juga dilibatkan dan ditanya mengenai seberapa sering anak-anak mereka mengkonsumsi sembilan jenis makanan yang diambil sebagai sample penelitian. Para peneliti memfokuskan pada hot dogs/lunchmeats, beef/hamburger. sayuran, jeruk/pisang, apel/anggur, jus jeruk, jus buah, susu dan soda.
Hasil penelitian menemukan jeruk, pisang dan jus jeruk adalah makanan yang memiliki efek protektif terhadap leukemia. Hal ini didasari pada alasan tingginya kadar potassium dan vitamin C yang terkandung dalam buah-buahan itu.
Penelitian ini dipresentasikan dalam konferensi Childhood Leukemia: Incidence, Causal Mechanisms anda Prevention di London. http://www.vision.net.id/detail.php?id=3927
(Ya2n/Webmd)
Senin, 13-Oktober-2003 21:16 WIB
http://www.pediatrik.com/kanal.php?pg=ilmiah_popularKEGANASAN SEL-SEL LIMFOID MASA KANAKKeganasan sel limfoid mencakup dari yang indolen sampai agresif. Keganasan ini timbul dari sel-sel sistem imun pada berbagai tahap diferensiasi, sehingga terdapat berbagai macam temuan morfologik, imunoligik, dan klinik yang berbeda-beda.Leukemia awalnya dibagi menjadi subtipe akut dan kronik berdasarkan pada angka survival rata-rata. Leukemia kronik dibagi menjadi asal dari limfoid atau mieloid berdasarkan pada karakteristik morfologiknya. Sedangkan leukemia akut biasanya merupakan keganasan sel blast dengan sedikit karakteristik untuk diidentifikasi. Leukemia akut dari sel limfoid dibagi berdasarkan karakteristik morfologik oleh grup French-American-British (FAB). Dengan menggunakan sistem ini, keganasan limfoid dari blast yang seragam dan kecil (misalnya, leukemia limfoblastik akut masa kanak) disebut L1, keganasan limfoid dari sel-sel yang berukuran lebih besar dan bervariasi disebut L2, dan keganasan limfoid dari sel yang seragam dengan sitoplasma basofilik dan kadang-kadang bervakuola disebut L3 (misalnya, sel limfoma Burkitt pada umumnya).