Senin, 17 Agustus 2009

DIABETES MELLITUS

Diabetes mellitus
Diabetes mellitus (DM) (dari kata Yunani διαβαίνειν, diabaínein, "tembus" atau "pancuran air", dan kata Latin mellitus, "rasa manis"[2]) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.[3]
Semua jenis diabetes mellitus memiliki gejala yang mirip dan komplikasi pada tingkat lanjut. Hiperglisemia sendiri dapat menyebabkan dehidrasi dan ketoasidosis. Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.
Penyebab
Pembentukan diabetes yang penting adalah dikarenakan kurangnya produksi insulin (diabetes mellitus tipe 1, yang pertama dikenal), atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes mellitus tipe 2, bentuk yang lebih umum). Selain itu, terdapat jenis diabetes mellitus yang juga disebabkan oleh resistansi insulin yang terjadi pada wanita hamil. Tipe 1 membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan tipe 2 diatasi dengan pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin bila obatnya tidak efektif. Diabetes mellitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan.
Pemahaman dan partisipasi pasien sangat penting karena tingkat glukosa darah berubah terus, karena kesuksesan menjaga gula darah dalam batasan normal dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes. Faktor lainnya yang dapat mengurangi komplikasi adalah: berhenti merokok, mengoptimalkan kadar kolesterol, menjaga berat tubuh yang stabil, mengontrol tekanan darah tinggi, dan melakukan olah raga teratur.
Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).[3]
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu:



Plasma vena
<110
110 - 199
>200
Darah kapiler
<90
90 - 199
>200
Kadar glukosa darah puasa:



Plasma vena
<110
110 - 125
>126
Darah kapiler
<90
90 - 109
>110

Jenis
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu tipe 1, tipe 2, dan diabetes gestasional (terjadi selama kehamilan) [4].
Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 — dulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, "diabetes yang bergantung pada insulin"), atau diabetes anak-anak, dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah. seperti "frequent hypoglycemic events". Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hypoglycemia, dapat menyebabkan kejang atau seringnya kehilangan kesadaran.
[sunting] Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 — dulu disebut non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM, "diabetes yang tidak bergantung pada insulin") — terjadi karena kombinasi dari "kecacatan dalam produksi insulin" dan "resistensi terhadap insulin" atau "berkurangnya sensitifitas terhadap insulin"(adanya defek respon jaringan terhadap insulin)yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatas dengan berbagai cara dan Obat Anti Diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulinpun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral (fat concentrated around the waist in relation to abdominal organs, not it seems, subcutaneous fat) diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, mungkin dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa. abdominal gemuk Adalah terutama aktip hormonally. Kegendutan ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan mendiagnose dengan jenis 2 kencing manis. Lain faktor boleh meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang ter]akhir [itu] telah terus meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 boleh pergi tak ketahuan bertahun-tahun dalam suatu pasien [sebelum/di depan] hasil diagnosa [sebagai/ketika] gejala yang kelihatan adalah secara khas lembut atau yang tidak ada,, tanpa ketoacidotic, dan dapat sporadis.. Bagaimanapun, kesulitan yang menjengkelkan dapat diakibatkan oleh jenis tak ketahuan 2 kencing manis, termasuk kegagalan yang berkenaan dengan ginjal, penyakit yang vaskuler ( termasuk penyakit nadi/jalan utama serangan jantung), visi merusakkan, dan lain lain
Diabetes Tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (biasanya peningkatan), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Diabetes mellitus gestasional
Kencing manis mellitus gestasional ( gestational kencing manis mellitus, GDM) juga melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, menirukan jenis 2 kencing manis di beberapa pengakuan. [Itu] kembang;kan selama kehamilan dan boleh meningkatkan atau menghilang lenyap setelah penyerahan. Sungguhpun mungkin saja penumpang sementara, gestational kencing manis boleh merusakkan kesehatan dari janin atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-wanita dengan kencing manis gestational kembang;kan jenis 2 kencing manis kemudian (dalam) hidup.
Gestational kencing manis mellitus (GDM) terjadi di sekitar 2%–5% dari semua pregnancies. [Itu] adalah temporer dan secara penuh bisa perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh menyebabkan permasalahan dengan kehamilan, termasuk macrosomia ( kelahiran yang tinggi menimbang), bentuk cacad hal-hal janin dan penyakit jantung sejak lahir. [Itu] memerlukan pengawasan hati-hati yang medis sepanjang kehamilan.
Fetal/Neonatal resiko yang dihubungkan dengan GDM meliputi keganjilan sejak lahir seperti berhubungan dengan jantung, sistem nerves yang pusat, dan [sebagai/ketika/sebab] bentuk cacad otot. Yang ditingkatkan hormon insulin hal-hal janin boleh menghalangi sindrom kesusahan dan produksi surfactant penyebab hal-hal janin yang berhubung pernapasan. Hyperbilirubinemia boleh diakibatkan oleh pembinasaan sel darah yang merah. Di kasus yang menjengkelkan, perinatal kematian boleh terjadi, paling umum sebagai hasil kelimpahan placental yang lemah/miskin dalam kaitan dengan perusakan/pelemahan yang vaskuler. Induksi/Pelantikan mungkin ditandai dengan dikurangi placental fungsi. Bagian Cesarean mungkin dilakukan jika ditandai kesusahan hal-hal janin atau suatu ditingkatkan resiko dari luka-luka/kerugian dihubungkan dengan macrosomia, seperti bahu dystocia.
Gejala
Tiga serangkai yang klasik tentang gejala kencing manis adalah polyuria ( urination yang sering), polydipsia ( dahaga ditingkatkan dan masukan cairan sebagai akibat yang ditingkatkan) dan polyphagia ( selera yang ditingkatkan). Gejala ini boleh kembang;kan sungguh puasa diset dicetak 1, terutama sekali di anak-anak ( bulan atau minggu) tetapi mungkin sulit dipisahkan atau dengan sepenuhnya absen & & mdash; seperti halnya mengembang;kan jauh lebih pelan-pelan & mdash; diset dicetak 2. Diset dicetak 1 [di/ke] sana boleh juga jadilah kerugian berat/beban ( di samping normal atau yang ditingkatkan makan) dan kelelahan yang tidak dapat diperkecil lagi. Gejala ini boleh juga menjelma diset dicetak 2 kencing manis di pasien kencing manis siapa adalah dengan kurang baik dikendalikan. Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Diabetes dan puasa
Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis multipel, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.[3]
Catatan dan referensi
^ IDF Chooses Blue Circle to Represent UN Resolution Campaign Unite for Diabetes, 17 March, 2006
^ Diabetes mellitus, Wikipedia Bahasa Inggris (per 15 Februari 2007).
^ a b c Tim FK UI, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta: 1999. ISBN 979-95607-0-5
^ World Health Organization Department of Noncommunicable Disease Surveillance. (1999). Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications. (PDF)

SYOK HIPOVOLEMIK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syok merupakan salah satu kegawatan sistem kardiovaskuler, dan kejadian syok bisa dimulai dengan gangguan pada sistem apa saja. Syok hipovolemik terjadi sebagai akibat dari pengeluaran aktif volume cairan pada kompartemen intra sel, interstisial atau intra vaskuler dan merupakan syok yang paling sering terjadi.
Penurunan volume vaskuler yang terjadi secara tiba-tiba akan membawa kompensasi pada pengisian aliran balik vena ke jantung sehingga kardiak out put menurun dan menyebabkan hipoperfusi pada beberapa organ-organ vital dan akhirnya menimbulkan komplikasi kematian karena suplay oksigen dan nutrisi yang buruk.
Pelayanan gawat darurat yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk mengembalikan hidrasi yang adekuat sebab beberapa organ penting seperti otak sangat cepat merespon iskemia yang terjadi dan jika terjadi kerusakan cenderung bersifat irreversibel.
Sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan, perawat juga memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan usaha-usaha pengembalian fungsi-fungsi vital dan melindungi pasien dari segala komplikasi yang mungkin terjadi akibat syok hipovolemik yang berlangsung lama sehingga pengetahuan perawat tentang hemodinamika dan mekanisme kompensasi ketika syok berlangsung menjadi sangat penting. Sebab itulah kami mengangkat masalah kegawatan sistem kardiovaskuler : syok hipovolemik ini untuk diseminarkan. (Price & Wilson, 2005)
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dan perawat mampu memahami prinsip-prinsip asuhan keperawatan pada klien dengan kegawatan kardiovaskuler : syok hipovolemik dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang sistematis
2. Tujuan khusus
a. Mampu menyusun konsep dasar asuhan keperawatan klien dengan kegawatan sistem kardiovaskuler : syok hipovolemik.
b. Mampu melaksanakan asuhan keperawatan klien dengan kegawatan sistem kardiovaskuler : syok hipovolemik, meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil asuhan keperawatan.
c. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan kegawatan sistem kardiovaskuler : syok hipovolemik
d. Mampu mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat saat melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan kegawatan sistem kardiovaskuler : syok hipovolemik























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Syok hipovolemik merupakan sindrom klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan berbagai manifestasi hemodinamik; tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan. (Price & Wilson, 2005)
Syok hipovolemik merupakan kondisi kompleks yang mengancam jiwa yang ditandai dengan tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan dan sel-sel tubuh (Smeltzer, 2001).
Syok dibagi dalam tiga tahap, yaitu kompensatori, progresif dan ireversibel.
1. Fase kompensatori
Pada fase kompensatori, tekanan darah pasien masih dalam batas normal. Vasokonstriksi, peningkatan frekuensi jantung, peningkatan kontraktilitas jantung, semua berpengaruh dalam mempertahankan curah jantung yang adekuat. Hal ini diakibatkan oleh stimulasi sistem saraf simpati dan pelepasan katekolamin (epinefrin dan nonepinefrin). Pasien dalam tahap syok ini sering disebut sebagai respons “fight or flight”. Redistribusi aliaran darah terjadi untuk memastikan pasokan darah yang adekuat ke otak dan jantung. Darah dialihkan menjauh dari organ yang tidak penting seperti kulit, paru-paru, ginjal dan saluran cerna. Sebagai akibat pengalihan ini kulit teraba dingin, bising usus hipoaktif, haluaran urin menurun.
2. Fase progresif
Pada fase progresif, mekanisme yang mengatur tekanan darah tidak mampu untuk terus mengkompensasi dan tekanan arteri rerata (MAP) turun di bawah batas normal dengan tekanan darah sistolik rata-rata kurang dari 90 sampai 90 mmHg. Meski semua organ terganggu akibat hipoperfusi pada tahap ini ada dua peristiwa yangmemperjelas sindrom syok. Pertama jantungyang bekerja kerasmenjadi iskemik yangmengarah pada gagal pemompaan jantung. Kedua, fungsi otoregulasi mikrosirkulasi gagal berespons terhadap berbagaimadiator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel, yangmengakibatkan peningkatan permabiltas kapiler. Pada tahap ini prognosis pasien memburuk.

3. Fase Ireversibel
Tahap syok ireversibel (refraktori) menunjukkantitik sepanjag kontinum syok di mana kerusakan organsudah sangat parah sehingga pasien tidak berespons terhadap pengobatan dan tidak mampu bertahan, meski mendapat pengobatan tekanandarah tetap rendah. Gagal ginjal dan hepar komplit, dibarengi dengan pelepasan toksin jaringan nekrotik,menciptakan asidosis metabolik yang hebat. Metabolisme anaerobik lebih memperburuk asidosis laktat. Simpanan ATP hampir secara total menipis dan mekanisme untuk penyimpanan pasokan energi bari telah mengalami kerusakan. Kegagalan organ multipel telah terjadi dan kematian mengancam. (Smeltzer, 2001).
B. Etiologi
Secara umum penyebab syok hipovolemik adalah perubahan dalam volume sirkulasi dan perubahan dalam distribusi sirkulasi (www.conectique.com)
Keadaan seperti tersebut diatas dapat dipicu oleh beberapa keadaan antara lain :
- Perdarahan hebat
- Kekurangan cairan akibat muntah, diare, dehidrasi, diabetes melitus, diabetes insipidus, kerusakan korteks adrenal, peritonitis, pankreatitis, luka bakar, asites, atau feokromositoma. (Price & Wilson, 2005)
C. Fisiologi Hemodinamika
Cairan intravaskuler adalah cairan yang disebut plasma dan didalamnya terdapat unsur-unsur padat yaitu sel darah. Sekitar 55 persennya adalah cairan, sedangkan 45 persen sisanya terdiri atas sel darah yang didapatkan berkisar antara 40 – 47 persen. Plasma darah terdiri atas : air ± 91,0%, protein 8,0% (albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen). Mineral 0,9% (natrium khlorida, natrium bikarbonat, garam dari kalsium, posfor, magnesium dan besi). Sisanya diisi oleh sejumlah bahan organik yaitu glukose, lemak, ureum, kreatinin, dan asam amino. Plasma juga berisi hormon, enzim dan antigen/anti bodi (Evellyn, 1997).
Hematrokit (Ht) adalah volume sel-sel darah merah dalam 100 ml (1 dll) darah, di hitung dalam persen. Tujuan dari pemeriksaan tersebut untuk mengatur konsentrasi sel-sel darah merah (Eritrosit). Tekanan yang bertanggung jawab terhadap aliran darah dalam sirkulasi normal dibangkitkan oleh kontraksi otot ventrikel. Ketika otot berkontraksi, darah terdorong dari ventrikel ke aorta selama periode dimana tekanan ventrikel kiri melebihi tekanan aorta. Bila kedua tekanan menjadi seimbang, katup aorta akan menutup dan keluaran dari ventrikel kiri terhenti. Darah yang telah memasuki aorta akan menaikkan tekanan dalam pembuluh darah tersebut. Akibatnya terjadi perbedaan tekanan yang akan mendorong darah secara progresif ke arteri, kapiler dan ke vena. Darah kemudian kembali ke atrium kanan karena tekanan dalam kamar ini lebih rendah dari tekanan vena. Perbedaan tekanan juga bertanggung jawab terhadap aliran darah dari arteri pulmonalis ke paru dan kembali ke atrium kiri. Perbedaan tekanan dalam sirkulasi pulmonal secara bermakna lebih rendah dari tekanan sirkulasi sistemik karena tahanan aliran di pembuluh darah pulmonal lebih rendah.
Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa oleh ventrikel selama satu satuan waktu. Curah jantung pada orang dewasa normal sekitar 5 (lima) liter/menit, namun sangat bervariasi, tergantung kebutuhan metabolisme tubuh. Curah jantung yang paling baik adalah curah jantung (CO) = frekwensi jantung (HR) x volume sekuncup (SV) dimana curah jantung (CO) adalah fungsi frekuensi jantung (HR) dikalikan dengan volume sekuncup (Stroke Volume : SV).
Volume sekuncup adalah sejumlah darah yang disemburkan setiap denyut. Maka curah jantung dapat dipengaruhi oleh perubahan volume sekuncup maupun frekuensi jantung. Frekuensi jantung istirahat pada orang dewasa rata-rata 60 sampai 80 denyut/menit dan rata-rata volume sekuncup sekitar 70 ml/denyut.
Karena fungsi jantung adalah menyuplai darah keseluruh jaringan tubuh, maka keluarannya harus dapat berubah sesuai perubahan kebutuhan metabolisme jaringan itu sendiri.misalnya selama latihan, curah jantung total dapat meningkat sampai empat kali, sampai 20 liter/menit. Perubahan frekuensi jantung dapat terjadi akibat kontrol refleks yang dimediasi oleh sistem saraf otonom, meliputi bagian simpatis dan parasimpatis. Keseimbangan kedua refleks tadi mengontrol sistem yang normalnya menentukan frekuensi jantung.
Jumlah darah yang dipompa pada setiap kali terjadi kontraksi otot jantung sangat tergantung pada 3 hal yaitu peregangan otot jantung sebelum kontraksi (preload), kontraktilitas intrinsik otot jantung dan tekanan yang harus dilawan otot jantung untuk menyemburkan darah selama kontraksi (afterload).
Preload maksudnya adalah bahwa jumlah darah yang mengisi jantung tergantung pada regangan yang dihasilkan oleh serabut jantung. Semakin besar kemampuan regangan otot jantung maka akan semakin banyak juga jumlah darah yang dapat diisikan ke dalam jantung. Apabila jantung kaku maka akan sedikit juga darah yang dapat ditampungnya. Kontraktilitas mengacu pada kemampuan dan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan dengan besarnya regangan tadi dan kadar kalsium. Sedangkan afterload mengacu pada seberapa besar tekanan yang diperlukan oleh ventrikel untuk memompakan darah melawan hambatan yang dihasilkan oleh tekanan arteriole. (Brunner and Suddarth, 1997)
D. Patofisiologis
Apabila karena suatu keadaan menyebabkan volume intra vaskuler menurun maka pre load juga akan menurun sehingga pengisian atrium juga sedikit. Sebagai konsekwensinya darah yang tertampung dalam ventrikel untuk disemburkan ke aorta juga sedikit. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi yaitu penurunan perfusi jaringan yang jika tidak segera ditangani dapat berakibat fatal, yaitu pasien bisa jatuh kedalam shock dengan tanda klinis : fatigue, hipotensi, peningkatan denyut nadi dll. Kekurangan cairan dan elektrolit akan mengaktifasi aldosteron sehingga terjadi reabsorbsi Natrium dalam tubulus renalis, sehingga produksi urin menurun. (Long, Barbara C., 1996).
Pengaruh sistemik dari syok akhirnya membuat syok menjadi irreversibel, beberapa organ terserang dengan cepat dan lebih nyata dari yang lain. Miokardium akan menderita kerusakan paling dini akibat penurunan perfusi O2 jaringan. Selain bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhan akan suplay O2 terjadi juga beberapa perubahan lain. Metabolisme anaerob diinduksi oleh syok sehingga miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan posfat berenergi tinggi (adenosin triposfat) sehingga kontraktilitas ventrikel akan semakin terganggu.
Komplikasi yang juga mematikan adalah terhadap sistem pernapasan sebab dapat memicuterjadinya gagal napas berat. Kongesti paru dan oedem intra alveolar mengakibatkan hipoksia dan menurunkan gas darah arteri.
Syok yang berkepanjangan akan megakibatkan gangguan fungsi hati dimana dapat terjadi nekrosis hati masif pada syok berat, dan manifestasi yang muncul adalah peningkatan enzim-enzim hati, seperti alanin aminotransferase (ALT, dulu disebut SGPT).
Jika terjadi iskemia pada saluran cerna maka umumnya menyebabkan nekrosis hemoragik pada usus besar. Cedera ini dapat memperberat syok melalui penimbunan cairan di usus besar dan absorbsi bakteri dan endotoksin ke dalam sirkulasi. Penurunan motilitas saluran cerna hampir selalu ditemukan pada keadaan syok.
Dalam keadaan normal aliran darah otak biasanya menunjukkan autoregulasi yang baik yaitu berdilatasi sebagai respon terhadap berkurangnya aliran darah dan iskemia. Namun aliran ini tidak mampu memadai untuk mempertahankan perfusi dan aliran yang memadai jika Mean Arterial Pressure dibawah 60 mmHg. Selama hipotensi berat dapat dijumpai gejala defisit neurologis, namun jika pasien pulih dari syok gejala ini juga hilang kecuali jika disertai dengan gangguan cerebrovaskuler lainnya.
Selama syok yang berkelanjutan dapat terjadi penggumpalan komponen-komponen sel intravaskuler sistem hematologis, yang akan meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskuler difus (DIC) dapat terjadi selama syok, yang akan memperburuk keadaan klinis. (Price & Wilson, 2005)
E. Masnifestasi Klinik
Menurut kriteria diagnosis yang ditetapkan oleh Myocardial Infarction Research Units of the National Heart, Lung, and Blood Institute, syok hipovolemik akan menunjukkan tanda gejala sebagai berikut :
1. Tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau 30-60 mmHg dibawah batas bawah sebelumnya.
2. Adanya bukti penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama seperti :
a. Keluaran urine kurang dari 20 ml/jam, biasanya ditandai dengan penurunan kadar natrium dalam urine.
b. Vasokonstriksi perifer yang ditandai tanda kulit dingin dan lembab
c. Gangguan fungsi mental
3. Indeks jantung (curah jantung per luas permukaan tubuh) kurang dari 2,1 L/menit/m2
4. Bukti gagal jantung kiri dengan tekanan baji kapiler paru 18-21 mmHg. (Price & Wilson, 2005)


F. Pemeriksaan penunjang
1. EKG : gelombang T terbalik (T inverted) menunjukkan iskemia pada jaringan miokard
2. Saturasi O2 akan dibawah nilai ambang normal (Normal 98-99 %)
3. Pemeriksaan darah : Kadar Hb, Ht
G. Pengkajian Primer
1. Airway :
Penilaian difokuskan pada kemungkinan adanya sesuatu yang menyumbat jalan napas. Pada kasus syok hipovolemik patensi jalan napas diperlukan untuk memelihara suplay oksigen yang adekuat. Jika terjadi kerusakan serius pada struktur syaraf pusat biasanya terjadi penumpukan sekret di jalan napas akibat hilangnya refleks batuk dan penurunan fungsi cillia saluran pernapasan.
2. Breathing :
Penilaian difokuskan pada bagaimana pernapasan berfungsi untuk memenuhi suplay oksigen. Pada beberapa kasus dapat terjadi takipnoe sebagai kompensasi dari buruknya distribusi gas yang kemudian ditindaklanjuti dengan peningkatan frekuensi respirasi. Peningkatan metabolisme anaerob pada seluruh tubuh akibat iskemia menyebabkan peningkatan produksi asam laktat, sehingga pada saat ekspirasi sering tercium bau asam (amonia) sebagai upaya tubuh memaksimalkan pembuangan asam dari dalam tubuh. Jika terjadi kerusakan akibat syok pada pons parolli atau daerah medulla oblongata maka akan dapat terjadi apnoe karena hilangnya kontrol pernapasan.
3. Circulation :
Penilaian difokuskan pada fungsi jantung sebagai pompa primer sirkulasi dan cairan intra vaskuler itu sendiri sebagai pompa sekunder. Penurunan volume cairan intra vaskuler secara langsung akan menyebabkan hemokonsentrasi dan merangsang sekresi aldosteron sehingga terjadi peningkatan retensi garam dan cairan dengan meningkatkan reabsorbsi tubulus ginjal sehingga produksi urin akan menurun bahkan berhenti. Keadaan ini menyebabkan penurunan kardiak output sehingga tekanan sistole pada aorta menurun. Sebagai respon fisiologis jantung akan berusaha meningkatkan suplay dengan meningkatkan heart rate. Jika tidak segera diperbaiki, maka beban awal (preload) akan menurun sehingga beban akhir (afterload) juga akan menurun sehingga volume sekuncup semakin berkurang. Perbandingan yang tidak seimbang antara volume vaskuler dan luas penampang pembuluh akan merangsang baroreseptor pembuluh darah untuk melakukan vasokontriksi dalam upayanya meningkatkan pompa sekunder sirkulasi, sehingga daerah perifer akan mengalami penurunan perfusi yang dimanifestasikan dengan pucat, dingin dan berkeringat pada akral. Sirkulasi akan dipusatkan pada sentral tubuh dan panas akan mengumpul di sini.
4. Disability :
Penilaian difokuskan pada perubahan yang terjadi dengan status mental dan indikator lain mengenai fungsi-fungsi vital di otak. Syok akan dimulai dengan penurunan konsentrasi karena menurunnya perfusi di otak yang diikuti dengan penurunan status kesadaran menjadi somnolen bahkan sampai pada koma. Jika terjadi kerusakan yang parah pada jaringan otak akan terjadi midriasis pupil dan hilangnya refleks terhadap cahaya. Gejala ini akan memperburuk prognosis pasien.
H. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post Illnes, Last meal, dan Event / Environment yang berhubungan dengan kejadian).
Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki, dan dapat pula di tambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesisfik seperti :
- JDL : Kadar Hematokrit, Hb dan SDM biasanya meningkat (hemokonsentrasi); penurunan menunjukkan hemoragik.
- Natrium serum : mungkin normal, tinggi atau rendah.
- Natrium urin : biasanya menurun (kurang dari 10 mEq/L bila kehilangan volume cairan karena penyebab eksternal; biasanya lebih besar dari 20 mEq/L bila penyebab adalah renal atau adrenal.)
- Glukosa serum : noral atau meningkat.
- Protein serum : meningkat.
- BUN dan CR : peningkatan, BUN diluar proporsi terhadap CR.
- Berat Jenis Urin : meningkat


I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum :
Ø Posisi : telentang, tungkai diangkat 30 derajad
Ø Oksigenasi : bebaskan jalan napas dan berikan terapi O2 dengan kecepatan aliran 5-10 L/m
Ø Hentikan perdarahan eksternal
Ø Kateter intra vena (ukuran jarum nomor 16) rehidrasi cairan. Jenis dan kecepatan tergantung dari jenis dan penyebab syok.
2. Penatalaksanaan Khusus :
Ø Untuk syok hipovolemik pengobatan ditujukan pada pemenuhan kembali volume intravaskuler dengan tranfusi darah dan pemberian cairan parenteral/per enteral.
J. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume aktif
K. Intervensi Keperawatan
1. Pantau tanda-tanda vital dan CVP, perhatikan adanya/derajad perubahan tekanan darah postural. Observasi terhadap peningkatan suhu/demam.
2. Palpasi nadi perifer : perhatikan pengisian kapiler, warna/suhu kulit; kaji status mental.
3. Pantau haluaran urin, ukur/perkirakan kehilangan cairan dari semua sumber misalnya kehilangan melalui gaster, drainase luka dan diaphoresis.
4. Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan keseimbangan cairan 24 jam. Tandai/ukur area edema misalnya abdomen, tungkai.
5. Balik dengan sering masase kulit dan lindungi tonjolan tulang.
6. Berikan kewaspadaan keamanan sesuai indikasi misalnya penggunaan pagar tempat tidur, posisi tempat tidur rendah, observasi sering, restraint lunak (bila diperlukan).
7. Pantau peningkatan tekanan darah tiba-tiba/nyata, gelisah, batuk basah, dispnoe, kreakels basal, sputum banyak.
8. Kolaborasi :
a. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan indikasi misalnya elektrolit, glukosa, pH/PCO2, pemeriksaan koagulasi.
b. Berikan larutan IV sesuai dengan indikasi: larutan isotonik misalnya 0,9% NaCl (saline normal), dekstrosa/air 5%, NaCl 0,45% (saline perbandingan), RL. Cairan koloid misalnya Dextran, plasmanate/albumin, hetastarch. Darah lengkap/tranfusi SDM kemasan.
c. Berikan Natrium bikarbonat bila diperlukan untuk memperbaiki asidosis berat.



























BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. “K”
Usia : 32 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tugu, Semarang
Diagnosa Medik : Perforasi uteri post curetage
Nomor Register :
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat aborsi sebelumnya. Juga tidak ada riwayat hipertensi, penyakit jantung maupun gagal ginjal yang dapat memperburuk prognosis. Riwayat DM tidak diketahui di antara keluarga.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Suami klien mengatakan 2 minggu yang lalu klien menjalani kuretage karena hamil anggur, setelah kuretage perdarahan tidak berhenti dan semakin banyak dengan karakteristik menggumpal-gumpal. Sebelum dibawa ke rumah sakit pasien mengalami perdarahan pervaginam dengan karakteristik menggumpal sejumlah kurang lebih 500 cc.
3. Pengkajian Primer
Airway :
Jalan napas bersih, tidak ada sumbatan maupun bunyi abnormal.
Breathing :
Frekuensi napas 32 kali per menit, cepat dan dangkal. Ada sedikit retraksi otot aksesoris pernapasan pada saat klien bernapas
Circulation :
Suhu 37,80C, Nadi 124 kali per menit teraba lemah di arteri radialis, nadi dorsalis pedis teraba sangat lemah. Tekanan Darah 90/60 mmHg di tangan kiri, dalam posisi berbaring. Akral teraba dingin dan lembab. Mukosa bibir, ujung-ujung jari dan kuku tampak pucat dan kebiruan.
Disability :
GCS : E 2, V 3 dan M 4. Pupil isokor, dan refleks terhadap cahaya positif. Belum terjadi midriasis pupil.
4. Pengkajian sekunder
Kepala : mesosefal, distribusi rambut merata, kebersihan cukup.
Mata : konjungtiva anemis, sklera agak ikterik.
Hidung : kebersihan cukup, tidak ada epistaksis.
Telinga : tidak ada kelainan bentuk.
Mulut : mukosa agak kering dan agak pucat-kebiruan (sianosis).
Thorax : pengembangan dada simetris, tipe pernapasan dada.
Abdomen :
Ekstrimitas : akral dingin dan berkeringat. Kuku jari terlihat pucat dan capilery refill lebih dari 2 detik (3-5 detik). Turgor kulit menurun (sedang).
5. Terapi medik
a. Infus RL 2 jalur. Pada penanganan pertama diberikan cairan RL 1500 mL, dilanjutkan dengan pemberian cairan dengan kecepatan 60 tetes per menit. Setelah selesai diteruskan dengan cairan RL 20 tetes per menit.
b. Pasang Douwer catheter, evaluasi produksi urin
c. Pasang NGT untuk persiapan cyto operasi
d. Injeksi cefotaxime 1 gram per IV










B. Analisa Data
No.
Data Fokus
Masalah
Penyebab
1.



2.
DS : -
DO:Pernafasan cepat dan dangkal,
RR : 32 x/mnt, cyanosis,
Penggunaan otot Bantu pernafasan


DS: Suami klien mengatakan 2 minggu yang lalu klien menjalani kuretage karena hamil anggur, setelah kuretage perdarahan tidak berhenti dan semakin banyak dengan karakteristik menggumpal-gumpal
DO: Ku lemah, kesadaran somnolen
GCS : E : 2; M :4;V:3
akral lembab, dingin, turgor kulit sedang, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering dan pucat kebiruan.
TD : 90/60 mmhg, Nadi 124 x/mnt dan teraba lemah di arteri dorsalis pedis dan arteri radialis, suhu 37,8 °C


Pola nafas tidak efektif




Kekurangan Volume cairan dan elektrolit









Peningkatan kebutuhan oksigen jaringan



Kehilangan volume aktif (perdarahan)

Berdasarkan analisa data diatas dapat diangkat diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan.
2. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan volume aktif (perdarahan)






C. Intervensi Keperawatan















































D. Implementasi

No.DP
Tanggal/ jam
Implementasi
Respon
Ttd
1.














2.



























17 April 2007
09.30













17 April 2007
09.30
- Mengkaji pola nafas klien




- Memberikan posisi datar



- Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy O2 5L/m dengan masker non rebreathing


- Mengukur Tanda-Tanda Vital (TD,S,RR,N)





- Memasang infus dan memberikan terapi cairan.

- Memasang douwer chateter


- Memasang NGT



S : -
O :Pernafasan cepat dan dangkal, penggunaan otot Bantu pernafasan, RR : 32 x/mnt

S : -
O :


S : -
O :




S : -
O :
- TD : 90/60 mmhg
- S : 37,8 °C
- N : 124 x/mnt
- RR : 32 x/mnt

S : -
O :

S :
O :


S : -
O :




E. Evaluasi

No.DP
Tanggal /Jam
Evaluasi
Paraf
1.











2.
17 April 2007
10.00 wib










17 April 2007
10.00 wib

S : -
O : Pasien terpasang kanul nasal 5 lpm
RR : 28 x/menit, pemakaian otot bantu pernafasan.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Kaji pola nafas
2. beri posisi ekstensi
3. Kolaborasi dengan dokter
pemberian therapy oksigen


S : -
O : KU : Lemah, TD : 100/60 mmhg, N : 120 x/mnt, RR : 28 x/mnt, Suhu : 37° C, akral dingin, mukosa bibir kering, turgor kulit sedang
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Memantau TTV
2.Menjaga keamanan pasien
3. Kolaborasi pemberian cairan RL 2 flaboth lagi.
4. Kolaborasi dengan dokter dan tim laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin cito.
5. pendelegasian kepada perawat ruang operasi untuk persiapan operasi cito histerektomi.

















BAB IV
PEMBAHASAN

Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian tentang airway pada Ny. “K” tidak ditemukan sumbatan jalan nafas. Untuk pengkajian breathing pola nafas klien cepat dan dangkal, terdapat penggunaan otot bantu pernafasan dan frekuensi RR 32 kali/ menit. Pada pengkajian circulation terdapat perdarahan dari jalan lahir dengan karakteristik berupa gumpalan kurang lebih 500 cc, akral dingin, turgor kulit sedang, konjungtiva anemis, keadaan umum lemah, kesadaran somnolen.
Data ini menunjukkan telah terjadi kehilangan volume intra vaskuler selama pasien berada di rumah dan tidak segera ditindaklanjuti dengan rehidrasi dan upaya menghentikan sumber perdarahan. Perdarahan aktif diasumsikan akan menurunkan kadar hemoglobin darah dan meningkatkan konsentrasi hematokrit sehingga jumlah O2 yang dapat diikat oleh Hb untuk didistribusikan ke seluruh jaringan juga terbatas. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah peningkatan upaya bernapas untuk memenuhi suplay O2. Namun karena distribusi yang terbatas, maka seberapapun upaya bernapas yang dilakukan tidak akan memenuhi keseimbangan antara suplay dan kebutuhan akan oksigen.
Yang menjadi issue menarik pada pengkajian ini adalah diagnosa medis : perforasi post curretage yang dilakukan 2 minggu yang lalu. Kalau diagnosis ini benar, seharusnya ada data tentang nyeri hebat yang terjadi tiba-tiba akibat kerusakan otot rahim, kram abdomen dan terjadi penimbunan darah dalam rongga abdomen. Syok dapat terjadi setiap saat, tidak menunggu sampai 2 minggu.
Hipotesis tentang kemungkinan lain terjadinya syok hipovolemik yang kami ajukan adalah tidak sempurnanya kuretase yang dilakukan 2 minggu yang lalu sehingga terjadi perembesan darah ke dalam rahim. Akibat dari his yang lemah rembesan ini tidak berhenti dan terus-menerus keluar selama 2 minggu sedangkan upaya rehidrasi tidak dilakukan. Karena itulah jarak antara kuretasi dan syok cukup jauh (2 minggu). Statement ini diperlukan sebab akan mempengaruhi penanganan yang dilakukan di meja operasi nantinya.

Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang harus segera diatasi pada pasien ini adalah defisit volume cairan akibat adanya kehilangan volume aktif. Pada kasus Ny.K diagnosa keperawatan yang muncul adalah 2 diagnosa keperawatan yaitu pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan kebutuhan oksegen jaringan dan kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume aktif (perdarahan). Perbedaan ini karena pendekatan yang digunakan Doenges berfokus pada masalah aktual yang menjadi dasar utama kegawatan pada syok hipovolemik, sedangkan pada kasus Ny. “K” diagnosa diangkat berdasarkan respon yang ditampilkan oleh pasien saat dilakukan asuhan keperawatan.
Intervensi
Intervensi yang dilakukan pada kasus Ny. “K” difokuskan untuk rehidrasi cairan yang hilang sehingga pola napas dapat kembali efektif. Pemberian cairan 1500 cc dengan diguyur adalah usaha untuk mengembalikan volume vaskuler dan meningkatkan curah jantung sehingga memperbaiki perfusi jaringan seluruh tubuh. Pemasangan NGT dipersiapkan untuk menjalani operasi cyto dan mencegah aspirasi cairan lambung ke saluran pernapasan selama pasien mengalami penurunan status kesadaran. Pemasangan NGT dilakukan untuk mengevaluasi produksi urin sebagai manifestasi dari membaiknya perfusi ke ginjal.
Masih ada tindakan lain yang harus dilakukan disini, misalnya melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar Hb dan Ht untuk menilai sejauh mana kebutuhan untuk tranfusi dan jenis cairan apa yang dibutuhkan nantinya.
Usaha yang dilakukan tetap disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di lapangan namun tetap mengacu pada intervensi pada kasus syok hipovolemik secara teoritis.
Implementasi
Tindakan yang direncanakan sebagian telah dilaksanakan, namun ada beberapa tindakan yang belum dilakukan yaitu kolaborasi dengan dokter dan tim laborat untuk pemeriksaan darah rutin cito dan pemberian cairan RL guyur karena keadaan gawat darurat klien yang membutuhkan operasi cito sehingga intervensi yang belum dilaksanakan didelegasikan pada perawat ruang operasi untuk dilanjutkan.
Evaluasi
Pada kasus Ny. “K” intervensi yang dilakukan ditujukan untuk mengurangi keluhan dan mencegah komplikasi dan kegawatan yang lebih buruk. Setelah mendapat tindakan di ruang IGD klien dibawa ke ruang operasi untuk segera dilakukan operasi histerektomi agar perdarahan bisa diatasi, dengan tidak mengabaikan upaya untuk mengevaluasi perubahan hemodinamika dan komponen darah dengan pemeriksaan laboratorium darah rutin.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Selama melakukan asuhan keperawatan pada Ny. “K” dengan syok hipovolemik ini, setidaknya ada beberapa hal yang menunjang pelaksanaan tindakan, antara lain sikap perawat dan dokter yang bertugas di UGD sangat respek terhadap mahasiswa praktikan sehingga membuat kami merasa percaya diri untuk melakukan diskusi dan mengambil inisiatif dalam melakukan tindakan keperawatan.
Namun demikian masih ada hal-hal yang masih dirasakan menghambat selama pelaksanaan asuhan keperawatan seperti banyaknya jumlah keluarga yang mengantarkan pasien ke rumah sakit membuat suasana kerja menjadi lebih tegang. Selain itu keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami sebagai mahasiswa seringkali membuat kami tidak respek terhadap perubahan sekecil apapun pada pasien sehingga ada beberapa data pengkajian yang tidak utuh sehingga analisis yang kami lakukan kurang mendalam dan hipotesis yang kami kemukakan kurang kuat.








BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah mempertimbangkan beberapa hal maka kami sampai pada kesimpulan antara lain :
Mengingat tingginya resiko kematian yang diakibatkan oleh kekurangan volume cairan dan elektrolit, maka sebagai tenaga medis keperawatan gawat darurat harus memiliki kemampuan dalam penatalaksanaan dan penanganan kegawat daruratan kasus hipovolemik dengan tepat dan cepat.
Data yang lengkap dan ketelitian dalam pengamatan sangat diperlukan untuk dasar pengambilan keputusan secara cepat dan benar di instalasi gawat darurat.
B. Saran
Sebagai perawat gawat-daurat yang profesional, dituntut memiliki kemampuan dalam menangani pasien dengan keadaan gawat secara tepat, cepat dan benar serta tetap dalam koridor etika profesi dan standar profesi yang ada. Untuk mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang lebih baik dan akurat, dapat dengan mengikuti pelatihan-pelatihan kegawat daruratan yang diadakan.
Mahasiswa yang akan masuk ke Instalasi Gawat Darurat harus memiliki kemampuan pengamatan yang tajam dan kemampuan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat untuk dapat membuat analisis tentang keadaan klien yang dirawat dan tindakan apa yangharus dilakukan.
Sebaiknya instruktur klinik adalah orang yang ada di UGD sehingga setiap kali berhadapan dengan pasien dapat dilakukan diskusi tentang efektifitas asuhan keperawatan yang diberikan dan mahasiswa memperoleh masukan yang tepat dan penilaian penampilan klinis yang adil.